Jumat, 15 Mei 2009

Laporan fister (dara II & IV)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Darah merupakan suatu jaringan berbentuk cair yang beredar melalui jantung, arteri, dan vena yang berfungsi untuk memasukkan oksigen dan bahan makanan keseluruhan tubuh serta mengambil karbondioksida dan metabolik dari jaringan. Dalam tubuh yang sehat, 60% dari berat badan manusia adalah air.

Cairan tubuh merupakan faktor penting dalam berbagai proses fisiologis didalam tubuh. Untuk menjaga agar cairan tubuh relative konstan dan komposisinya stabil merupakan hal penting. Dalam system pengaturan yang mempertahankan kekonstanan cairan tubuh diperlukan adanya pengaturan volume cairan tubuh, cairan ekstraseluler, pengaturan keseimbangan sam basa dan control pertukaran antara kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler. Di dalam darah biasa terjadi hemolisa dan krenasi yang mana hemolisa terjadi disebabkan karena cairan yang bersifat hipotonik sedangkan krenasi terjadi karena cairan yang bersifat hipertonik.

Darah merupakan cairan ekstrasel yang mensuplay sel-sel dengan nutrisi dan zat-zat lain yang diperlukan untuk fungsi selular, tetapi sebelum digunakan zat-zat ini harus ditransfort melalui membran sel dengan dua proses utama yaitu difusi dan osmosis serta transfort aktif. Dinding sel eritrosit sangat permeabel terhadap sifat apapun Oleh karena itu untuk dapat mengetahui lebih lanjut mengenai darah dan cairan yang kompartemen dalam darah. Hal inilah yang melatarbelakangi praktikum mengenai Darah II dan Darah V ini dilakukan.

Tujuan dan Kegunaan

A. Hemolisa dan Krenasi

Tujuan dari praktikum Hemolisa dan Krenasi adalah untuk melihat pengaruh larutan hipotonis, hipertonis, dan isotonis terhadap terjadinya hemolisa dan krenasi.

Kegunaan dari praktikum Hemolisa dan Krenasi adalah agar kita dapat mengetahui larutan hipotonis, hipertonis, dan isotonis terhadap terjadinya hemolisa dan krenasi

B. Tekanan Osmotik Eritrosit

Tujuan dari praktikum Tekanan Osmotik Eritrosit adalah untuk melihat dan mengamati pengaruh kadar NaCl terhadap tekanan osmotik sel darah dan perubahan yang terjadi.

Kegunaan dari praktikum Tekanan Osmotik Eritrosit adalah agar kita dapat mengetahui perubahan yang terjadi dalam sel darah dengan pemberian kadar NaCl yang berbeda.

C. Berat Jenis Darah

Tujuan dari praktikum Berat Jenis Darah adalah untuk mengetahui cara menentukan berat jenis darah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Kegunaan dari praktikum Berat Jenis Darah adalah agar kita dapat mengetahui perubahan yang terjadi dalam sel darah dengan pemberian kadar NaCl yang berbeda.

D. Golongan Darah

Tujuan dari praktikum Golongan Darah adalah untuk mengetahui jenis golongan darah seseorang berdasarkan ada tidaknya aglutinasi.

Kegunaan dari praktikum Golongan Darah adalah agar mengetahui proses penentuan golongan darah pada manusia berdasarkan sisten ABO.

E. Tekanan Darah

Tujuan dari praktikum Tekanan Darah adalah untuk mengetahui tekanan dari darah tehadap dinding pembuluh darah.

Kegunaan dari praktikum Tekanan Darah adalah agar mengetahui tekanan darah tehadap dinding pembuluh darah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemolisa Darah dan Krenasi

Hemolisa adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin besar di dalam medium dapat bebas dan berada di sekelilingnya. Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam aliran darah. Penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan akan menyebabkan rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dan lain-lain. Apabila medium disekitar wajah atau permukaan eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl), maka medium tersebut akan masuk kedalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermeabel dan dapat berakibat sel eritrosit mengembang. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel itu akan pecah dan akibatnya hemoglobin akan bebas melalui sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit akan menuju keluar eritrosit, akibatnya eritrosit akan keriput atau krenasi. Keriput ini dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis (Anonima, 2009).

Bila sel dimasukkan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel membengkak atau mengkerut disebut larutan isotonis, oleh karena tidak terjadi perubahan osmosis, yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Larutan NaCl 0,9% atau dextrose 5% merupakan contoh larutan isotonis. Larutan isotonis mempunyai arti klinik yang penting karena dapat diinfuskan kedalam darah tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan osmosis antara cairan ekstrasel dan intrasel ( Siregar, 1995).

Larutan yang bila sel dimasukkan kedalamnya akan menyebabkan sel menjadi bengkak disebut larutan hipotonis, oleh karena osmolaritas cairan ekstrasel akan berkurang, dan cairan ekstrasel akan masuk kedalam sel. Larutan NaCl yang konsentrasinya kurang dari 0,9% disebut larutan hipotonis (Yusuf, 1995).

Larutan hipertonis merupakan larutan yang bila sel dimasukkan kedalamnya akan menyebabkan sel menjadi mengkerut oleh karena osmolalitas cairan ekstrasel akan meningkat dan menyebabkan osmosis air keluar dari sel menuju ke cairan ekstrasel. Larutan NaCl yang konsentrasinya lebih dari 0,9% merupakan larutan hipertonis (Gani, 1995).

Berbagai jenis cairan didalam klinik sering diberikan secara intravena untuk memenuhi kebutuhan nutrisi penderita yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi penderita yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara oral. Yang sering digunakan dalah larutan glukose dan asam amino. Bila larutan ini diberikan, konsentrasi dari bahan-bahan yang aktif secara osmotic akan diusahakan untuk mendekati isotonis, tau diberikan secara perlahan-lahan sehingga tidak terganggu keseimbangan osmotic cairan tubuh. Namun, setelah glukose atau asam amino dimetabolisme akan terjadi kelebihan air. Dalam hal ini, ginjal akan mengekskresi kelebihan air tersebut dalam bentuk urine yang encer (Anonima, 2009).

Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik karena kehilangan air melalui osmosis. Secara etimologi krenasi berasal dari bahasa yunani yakni “Crenatus”. Krenasi terjadi karena lingkungan hipertonik (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan disekitar luar sel. Osmosis menyebabkan pergerakan air keluar dari sel yang dapat menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya, sebagai akibat sel mengecil atau mengkerut (Anonima, 2009).

Pada manusia yang sehat derajat hemolisa darahnya dapat disebabkan oleh kinain pada konsentrasi 10-9m dengan level darah 5 x 10-5. Hal ini mungkin juga berlaku bagi darah penderita malaria. Pada konsentrasi 10-6 metabolik kinin menimbulkan derajat hemolisis yang lebih tinggi daripada kinin dengan konsentrasi 10-2 (Anonima, 2009).

Krenasi adalah proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang menyebabkan adanya pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana sel tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (Watson, 2002).

Hemolisis adalah pemecahan sel-sel darah sedemikian rupa sehingga terlepas dalam plasma. Hal ini disebabkan oleh toksis bakteri, bias ular, dan parasit darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada didalam plasma memberikan warna merah dan keadaan tersebut dinamakan hemoglobinemia. Apabila hemoglobin dieksresikan di dalam urine, keadaan ini disebut hemoglobinuria (Frandson, 1999).

Penghancuran sel-sel darah merah terjadi setelah mengalami tiga sampai empat bulan. Sel-sel darah merah mengalami disintegrasi, melepaskan Hb ke dalam darah dan debris sel yang rusak itu disisihkan dari sirkulasi oleh system makrofag yang terdiri dari sel-sel khusus di dalam hati, limpa, sum-sum tulang dan nod limfa. Sel-sel makrofag ini melakukan fagositosis debris. Fragmennya dicerna dan dilepaskan ke dalam darah. Unsur protein globin dari hemoglobin mengalami degradasi menjadi asam amino (Watson, 2002).

B. Pengertian Osmosis, Difusi dan Transpor Aktif

Osmosis terjadi bila pada suatu substansi dengan molekul-molekul besar seperti gula dibuat menjadi suatu larutan dan dipisahkan dari suatu larutan gula yang lebih lemah oleh membrane semipermeabel, hanya air yang akan bias melalui membran, dari larutan lemah ke larutan kuat, sebab melokul-molekul itu terlalu besar untuk melaluinya, maka pergerakan tersebut dinamakan dengan osmosis (Watson, 2002).

Osmosis adalah perpindahan air melalui membrane permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Membran semipermeabel harus dapat ditembus oleh pelarut, tetapi tidak untuk zat terlarut, yang sering mengakibatkan gradien tekanan sepanjang membrane. Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tetapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dari konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membrane permeabel selektif dan masuk ke larutan yang dengan konsentrasi yang lebih pekat dibandingkan dengan tekanan turgor (Anonimf, 2008).

Bila suatu membran yang terletak diantara dua ruangan yang berisi cairan bersifat permeabel terhadap air tetapi tidak terhadap bahan-bahan tertentu, maka membrane itu disebut bersifat semipermeabel atau selectively permeable. Bila koansentasi bahan tersebut lebih besar pada salah satu sisi membran dibandingkan sisi lainnya, maka air akan melewati membran menuju ke sisi yang mempunyai knsentrasi yang lebih besar. Keadaan ini disebut osmosis. Unit yang paling sering dipakai untuk menilai aktifinitas osmotic adalah mOsm/L yang mengukur konsentrasi partikel yang dihasilkan oleh disosiasi 1 mmol substansi, misalnya, NaCl berdisosiasi menjadi Na+ dan Cl- ; jadi 1 mmol NaCl akan menimbulkan tekanan osmotik 2 mOsm/L (Yususf, 1995).

Osmosis terjadi oleh karena pergerakan kinetic dari tiap partikel dari Ion atau molekul pada larutan pada kedua sisi dari membrane. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila suhu pada kedua sisi dari membran adalah sama, partikel pada kedua sisi membran akan mempunyai energi untuk pergerakan kinetik yang sama. Namun, oleh karena partikel bahan-bahan yang tidak permeabel pada kedua larutan menggantikan molekul air. akibatnya, potensi kimia air akan berkurang sesuai dengan konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabel tersebut (Siregar, 1995).

Pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak larut itu rendah, maka potensi kimia air akan lebih besar dibandingkan pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabel lebih tinggi. Akibatnya air akan berdifusi dari tempat dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabel lebih rendah ke sisi dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabelnya lebih tinggi. Na+ merupakan ion utama yang mempengaruhi osmolaritas cairan ekstrasel dan berfungsi mengikat air agar tetap berada diluar sel. Sebaliknya, K+ merupakan ion utama yang mempengaruhi osmolalitas dan berfungsi menahan air agar tetap didalam sel (Anonimc, 2009).

Osmosis adalah gerakan molekul pelarut (air) melalui membran (yang hanya permeabel untuk air, tatapi tidak untuk zat terlarut) kearah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat. Molekul-molekul pelarut yang lebih encer cenderung bergerak kearah daerah yang mempunyai kadar zat terlarut lebih tinggi. Tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan pelarut disebut tekanan osmosis dari sebuah pelarut (Sonjaya 2005).

Tekanan osmotic adalah adanya daya dorongan air yangdihasilkan partikel-partikel zat terlarut di dalam. Molekul-molekul pelarut bergerak melalui membran ke arah pelarut yang lebih pekat atau lebih kental dan tidak merembes melalui membrane. Kecenderungan kentalnya pelarut yang bergerak ke daerah yang mempunyai kadar pelarut yang lebih tinggi (Syaifuddin, 2002).

Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini tergantung pada konsentrasi zat terlarut dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri. Osmosis terbalik adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis merupakan sebuah fenomena alam dalam sel hidup dimana molekul solvent akan mengalir dari daerah solute rendah ke daerah solute tinggi melalui membran sel atau membran apapun yag memiliki struktur yang mirip atau bagian dari membrane sel. Gerakan dari solvent berlanjut sampai pada sebuah konsentrasi yang seimbang tercapai pada kedua sisi membran (Anonimc, 2008).

Reverse osmosis adalah sebuah proses pemaksaan sebuah solvent dari sebuah solvent dari sebuah daerah konsentrasi solute tinggi melalui sebuah membran ke daerah solute rendah dengan menggunakan sebuah tekanan osmotic. Reverse osmosis merupakan solute dari satu sisi yang menangkap sebuah solute melalui filter dan membiarkan pendapat solvent murni dari sisi sifatnya (Anonimf, 2009).

Bila ditambahkan suatu tekanan pada larutan NaCl (yang arahnya menuju ke larutan air), maka osmosis air kedalam larutan NaCl ini akan menjadi lambat, berhenti atau malahan berbalik ke sisi yang lain. Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan proses osmosis itu disebut tekanan osmosis. Suatu membrane yang bersifat permeabel selektif memisahkan dua kolom cairan, dimana kolom yang satu mengandung air dan yang lain mengandung larutan air dan bahan (solut) yang tidak dapat menembus membran (Anonimf, 2009).

Volume setiap kompartemen bukan hanya ditentukan oleh jumlah air yang ada pada membrane dan melewati membran. Tetapi terutama ditentuksn oleh komposisi kimiawinya yang saling terkait. Setiap kompartemen cairan memiliki suatu zat terlarut utama sebagian besar terikat dalam kompartemen itu. Dengan tekanan osmotic, kompartemen itu mengatur volume kalium untuk interseluler, natrium untuk ruang ekstraseluler. Tekanan osmotic tidak tergantung pada kegiatan kimiawi khusus, melainkan tergantung pada jumlah partikel-partikel yang ada di dalam suatu larutan atau kompartemen tertentu (Mikrajuddin, 2002).

Distribusi volume cairan antara plasma dan cairan interstitial, terdapat perbedaan tekanan sebesar 20 mmHg antara plasma dan cairan interstial yang menyebabkan tekanan hidrostatik kapiler lebih tinggi dibandingkan di dalam ruang interstitial. Hal ini menyebabkan kapiler cenderum mendorong cairan melalui porus yang terdapat pada dinding kapiler keluar ke ruang interstitial. Sebaliknya, tekanan osmotik yang disebabkan oleh protein plasma yang disebut tekanan koloid osmotic plasma atau tekanan onkotik cenderum mendorong cairan bergerak secara osmosis dari ruang interstitial ke plasma; sehingga mencegah hilangnya cairan plasma ke ruang interstitial. Selain tekanan kapiler yang mendorong cairan keluar melalui membran kapiler bila tekanannya positif, tetapi akan mendorong keluar bila tekanan negative. Bila tekanan koloid osmotik plasma cenderum menyebabkan osmosis cairan keluar melalui membran. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekuatan yang cenderum mendorong cairan keluar dari kapiler menuju ruang interstitial adalah; tekanan kapiler, kapiler cairan interstitial yang negative dan tekanan koloid cairan interstitial. Sedangkan yang cenderum mendorong cairan masuk ke dalam plasma adalah tekanan koloid osmotic plasma dan tekanan cairan interstitial yang positif (Anonimc, 2008).

Keseimbangan osmotik merupakan kekuatan besar untuk memindahkan air agar dapat melintasi membrane sel. Jika cairan interseluler dan ekstraseluler tidak berada dalam keseimbangan osmotik sebagai kekuatan besar ini, maka peruabhan yang relative besar pada konsentrasi zat terlarut impermeabel dalam cairan ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel (Watson, 2002).

Keseimbangan osmotic cairan ekstrasel dan intrasel. Bila tekanan osmotic pada salah satu sisi membrane sel meningkat, misalnya dengan memasukkan sel kedalam air, maka pada ke dua sisi membran tidak terjadi keseimbangan osmotik. Bila sel dimasukkan kedalam larutan yang mempunyai osmolalitas yang jauh lebih rendah dibandingkan osmolaritas cairan intrasel, maka segera akan terjadi osmosis air kedalam sel, sehingga sel akan membengkak dan cairan intrasel akan mengalami pengenceran sampai osmolalitasnya sama dengan cairan diluar sel dan proses osmosis akan berhenti. Sebaliknya bila sel dimasukkan kedalam larutan yang mempunyai osmolalitas yang jauh lebih tinggi cairan intrasel. Maka air keluar dari sel melalui proses osmosis, memekatkan cairan intrasel dan mengencerkan sel akan mengkerut, sampai konsentrasi intrasel dan ekstrasel menjadi seimbang (Yusuf, 1995).

Perpindahan air melalui membran dengan proses osmosis dapat terjadi dengan begitu cepat sehingga setiap gangguan keseimbangan osmosis antara kedua kompartemen cairan tubuh di setiap jaringan akan segera dikoreksi dalam beberapa detik atau menit. Namun pada seluruh tubuh kecepatan osmosis tidak berlangsung sedemikian rupa cepatnya oleh karena cairan yang masuk kedalam tubuh harus melalui saluran pencernaan, selanjutnya di transfor oleh osmosis berlangsung. Pada orang normal dibutuhkan waktu sampai 30 menit untuk tercapainya keseimbangan osmotis diseluruh tubuh setelah minum air (Anonimc, 2008).

Tekanan osmosis efektif sebuah larutan dibebankan kepada plasma dinyatakan sebagai tonisitas, Jika sel darah merah ditempatkan dalam cairan yang mempunyai tekanan osmotik sama maka membengkak tidak akan terjadi kelebian air yang masuk dan keluar dan sel tidak membengkak atau larutan demikian disebut isotonic terhadap cairan intraseluler sel, jika larutan selulernya mempunyai tekanan lebih besar disebutg hipertonik terhadap sel sebaliknnya jika larutan selulernya mempunyai tekanan lebih kecil disebut hipotonik (Sonjaya, 2005).

Selain keseimbangan kuantitas air didalam tubuh, cairan tubuh harus memiliki komposisi yang benar, misalnya cairan tubuh harus mengandung keseimbangan elektrolit yang benar. Elektrolit ini adalah partikel kecil yang dipecah dari molekul berbagai garam yang larut dalam air. Elektrolit disebut ion. Elekteolit membawa muatan elektrik dan terdiri dari dua tipe:partikel bermuatan negatif (anion) dan partikel bermuatan positif (kation). Jumlah ion total ion bermuatan negative harus seimbang dengan jumlah total ion bermuatan positif. Keseimbangan asam basa cairan tubuh mempengaruhi pH-nya. Dalam kondisi normal, cairan tubuh sedikit alkali dan bervariasi sengat sedikit selama hidup karena reaksi ini harus tepat untuk kerja berbagai enzim yang mengontrol aktivityas sel (Watson, 2002)

Istilah difusi juga digunakan untuk mendeskrepsikan pergerakan molekul-molekul kecil asam basa dan garam melalui membran semipermeabel. Suatu membran dikatakan bersifat permeabel bila air dan molekul kecil dalam larutan dapat melewatinya, tetapi molekul-molekul besar tidak. Apabila larutan garam dipisahkan dari larutan lemah oleh membran semipermeabel, molekul garam akan menembus membran. Dari larutan yang kuat ke larutan yang lemah hingga kekuatan kedua larutan tersebut sama (Mikrajuddin, 2006).

Gerakan-gerakan darah (molekul ion) cenderum mengisi seluruh ruangan yang tersedia. Darah yang terlarut dalam larutan selalu berada dalam gangguan yang acak-acakan ditempat dimana darah padat itu banyak mengalami tubrukan, menyebar dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah sama pada seluruh larutan (Watson, 2002).

Difusi adalah pergerakan molekul secara random (acak) dari suatu bahan, molekul demi molekul baik melalui ruang intermolekuler pada membrane maupun dalam kombinasi dengan protein carrier. Energi yang menyebabkan difusi adalah energi dari gerakan kinetic dari suatu bahan. Seluruh molekul ion-ion yang terdapat dalam cairan tubuh termasuk molekul air dan bahan-bahan yang terlarut berada dalam keadaan bergerak secara konstan dan setiap partikel bergerak dalam arahnya sendiri terpisah dari yang lain. Gerakan ini menimbulkan panas dan semakin besar gerakan, semakin tinggi temperature dan gerakan ini tidak pernah berhenti dalam keadaan apapun, kecuali pada temperatur nol absolut (Anonim, 2009).

Difusi adalah proses dimana gas atau molekul dalam suatu larutan bergerak secara tidak teratur dan secara terus menerus dan mengisi ruang volume dari suatu ruang yang ada. Dalam tubuh difusi tidak hanya terjadi dalam ruangan cair, tetapi terjadi dalam satu ruangan diantara kamar-kamar atau ruangan lainnya terdapat permeabel untuk zat yang berdifusi. Kecepatan difusi melalui tawar lebih lambat daripada kecepatan difusi dalam air. Semua molekul dan ion dalam cairan tubuh, termasuk molekul air dan zat pelarut berada dalam gerakan partkel bergerak sesuai dengan cairannya sendiri. Gerakan ini disebut panas, semakin besar pergerakan maka semakin tinggi suhunya. Air walaupun merupakan molekul yang tidak larut dalam lemak mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk berdifusi melalui membran sel. Misalnya jumlah air melalui membrane sel. Misalnya jumlah air total berdifusi melalui membran sel darah merah dalam setiap detik adalah kira-kira 100 kali lebih besar daripada volume sel darah merah itu sendiri. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh molekul air yang kecil dan energi kinetiknya yang cukup besar sehingga dengan mudah dapat melalui membran sel, sebelum sifat hidrofobik dari membran dapat menghentikan proses difusi tersebut (Syaifuddin, 2002).

Difusi didefinisikan sebagai gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah lain dengan rendah yang disebabkan oleh energi kinetik molekul-molekul tersebut. Laju difusi ada;lah fungsi dari perbedaan konsentrasi, ukuran molekul dan suhu, contohnya sedikit gula ditaruh dalam segelas air maka gula itu akan larut dalam molekul tersebut berdifusi serta tersebar merata dalam cairan. Difusi ion juga dipengaruhi oleh muatan listriknya. Bila terdapat perbedaan potensial antara dua daerah positif akan bergerak menuju gradient listrik menuju daerah yang bermuatan lebih negativ maka ion-ion yang bermuatan negatif bergerak dengan arah yang berlawanan (Sonjaya, 2005).

Difusi melalui membran sel dapat terjadi melalui difusi sederhana dan difusi dipermudah. Difusi sederhana merupakan gerakan kinetic molekuler dari molekul atau ion terjadi melalui celah membran atau ruang intermolekuler tanpa perlu berikatan dengan protein pembawa dalam membran. Kecepatan berdifudi ditentukan oleh jumlah zat yang tersedia dalam kecepatan gerakan kinetic dan jumlah membran sel yang dapat dilalui oleh molekul dimana ion dapat lolos. Hal ini dapat terjadi melalui celah pada lapisan lipid dan saluran licin pada beberapa protein transfor. Difusi yang dipermudah merupakan difusi yang membutuhkan interaksi antara molekul maupun ion dengan protein pembawa. Protein pembawa membantu melewatnya molekul dan ion melalui membrane dan melalui ikatan kimia sehingga molekul atau ion dapat masuk melalui membran (Watson, 2002).

Pada difusi sederhana, molekul akan bergerak melalui lipid bilayer dari membran tanpa membutuhkan energi atau bantuan dari suatu carrier. Langkah pertama dari proses difusi adalah pergerakan dari molekul dari luar sel memasuki daerah hidrofobik dari lipid bilayer. Kecepatan pada suatu difusi mengikuti hokum Fick”s yaitu bahwa kecepatan difusi berbanding langsung dengan perrbedaan konsentrasi, luas permukaan serta permeabilitas, dan berbanding terbalik dengan ketebalan membran. Namun hokum Fic”k in dapat diterapkan pada molekul yang mempunyai mutan, karena difusi darimolekul yang mempunyai muatan listrik tidak saja ditentukan oleh perbedaan konsentrasi, tetapi juga oleh potensial listrik yang timbul sepanjang membran sel (Yusuf 1995).

Difusi dari bahan-bahan yang larut dalam lemak ditentukan oleh kelarutan bahan tersebut didalam lema (lipid solubility). Misalnya, oksigen, nitrogen, karbondioksida dan alkoholmempunyai kelarutan yang tinggi dalam lemak, sehingga dapat dengan mudah berdifusi melalui membran sel. Bahan-bahan yang tidak larut dalam lemak lainnya, hanya dapat berdifusi melalui membran sel bila struktur molekulnya cukup kecil untuk melalui membran sel akan menurun dengan cepat. Miasalnya diameter dari molekul urea hanya 20% lebih besar dari pada molekul air. Tetapi penetrasinya melalui membran sel adalah kira-kira 1000 kali lebih kecil dari pada air. Molekul glukosa yang mempunyai diameter 3 kali lebih besar dari pada molekul air, kecepatan penetrasinya melalui membrane sel adalah 100.000 kali lebih kecil dari pada air (Anonimc, 2009).

Beberapa ion walaupun ukurannya cukup kecil, sangat sulit melalui membran sel. Hal ini disebabkan oleh karena :

1. Adanya muatan listrik dari ion-ion tersebut akan menarik ion hydrogen, sehingga membentuk apa yang disebut hydrate ion. Keadaan ini akan menyebabkan ukuran ion menjadi lebih besar dan sulit melalui membrane sel.

2. Permukaan membran mempunyai muaatan negatif, hal ini dapat menyebabkan membran akan menolak ion-ion yang bermuatan sama pada saat akan masuk melalui membrane sel (Siregar, 2005).

Difusi fasilitas disebut juga sebagai carrier-mediated diffusion, berbeda dengan difusi sederhana dalam dua hal :

1. Difusi fasilitas terjadi melalui carrier yang spesifik untuk suatu bahan

tertentu.

2. Difusi fasilitas mempunyai kecepatan transfort maksimal (Vmax)

(Anonimg,2009).

Kecepatan difusi melalui suatu channel yang terbuka meningkat sesuai dengan konsentrasi bahan yang berdifusi. Pada facilitated diffusion, kecepatan difusi akan mencapai suatu batas maksimal (disebut Vmax) jika konsentrasi bahan tersebut terus ditingkatkan. Sedangkan pada simple diffusion peningkatan konsentrasi bahan akan diikuti dengan meningkatnya kecepatan difusi tanpa adanya suatu limitasi. Perbedaan antara simple diffusion dan facilitated diffusion (Yusuf 1995).

Difusi melalui saluran protein merupakan suatu jalan pintas menembus sela-sela molekul protein. Zat yang dapat berdifusi dengan cara sederhana langsung melalui membran saluran ini dari satu sisi membran ke sisi membrane lainnya. Saluran ini dibedakan oleh dua sifat khas yaitu permeabilitas selektif adalah melakukan transfort satu atau lebih ion yang spesifik, diameter, bentuk dan jenis muatan listriknya di sepanjang muatan dalam mempunyai muatan negatif. Sebaliknya, terdapat serangkaian saluran protein lain yang bersifat selektif untuk mentransfort kalsium yang tidak mengandung muatan negative yang mempunyai daya tarik yang kuat untuk menarik ion-ion agar masuk dalam saluran. Gerbang saluran protein berguna untuk mengatur permeabilitas. Saluran gerbang ini mempunyai perluasan mirip gerbang pada molekul transfor yang dapat menutupi dan membuka saluran dengan cara mengubah bentuk molekul protein itu sendiri. Pada saluran natrium pembukaan dan penutupan terjadi di luar sel (Syaifuddin, 2002).

Berbagai molekul maupun ion dapat melakukan difusi melalui lipid bilayer dari membran atau melalui ion channel. Walaupun demikian harus dimengerti bahwa bahan-bahan yang berdifusi menuju ke suatu arah tertentu dapat pula berdifusi menuju ke suatu arah tertentu dapat pula berdifusi kearah yang berlawanan. Yang penting bukanlah jumlah total bahan yang berdifusi dalam kedua arah tersebut, tetapi perbedaan antara keduanya, yaitu “the net rate of diffusion” dalam suatu arah. Inilah yang dimaksud dengan kecepatan difusi (Anonimc, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi dari suatu bahan, yaitu :

1. Permeabilitas dari membran sel

2. Perbedaan konsentrasi dari molekul atau ion yang akan berdifusi

3. Perbedaan tekanan pada kedua sisi membrane

4. Perbedaan potensial listrik pada kedua sisi membran

5. Luas permukaan membrane (Anonimc, 2009).

Permeabilitas membran untuk suatu bahan tertentu dinyatakan sebagai kecepatan difusi dari bahan tersebut melalui setiap unit area dari membrane untuk setiap unit perbedaan konsentrasi(jika tidak ada perbedaan muatan listrik atau perbedaan tekanan pada kedua sisi membran). Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan difusi adalah luas atau area dari membran. Oleh sebab itu, untuk melakukan permeabilitas yotal dari suatu membran sel maka kita harus mengalihkan permeabilitas membran (per unit area) dengan luas membrane total (total area). Permeabilitas ini disebut sebagai koefisien difusi (Anonimc, 2009).

Perbedaan koefisien dimana suatu membran sel dengan suatu bahan konsentrasi tinggi pada bagian luar dan konsentrasi rendah pada bagian dalam sel. Kecepatan bahan tersebut berdifusi ke dalam sel adalah sesuai dengan kadar molekul pada bagian luar sel. Oleh sebab kadar ini menentukan berapa banyak molekul yang menabrak bagian luar dari channel setiap detik. Sedangkan kecepatan bahan tersebut berdifusi keluar adalah tergantung pada kadarnya di bagian dalam membran sel.

Perbedaan tekanan antara dua sisi dari membrane sel. Miasalnya pada membran kapiler terdapat perbedaan tekanan yaitu tekanan pada bagian dalam membran kira-kira 20 mmHg lebih besar dari pada tekanan luar. Perbedaan tekanan ini menyebabkan gerakan molekul dari sisi dengan tekanan yang lebih tinggi menuju ke sisi dengan tekanan yang lebih rendah (Anonimc, 2009).

Walaupun tidak terdapat perbedaan konsentrasi suatu bahan antara bagian dalam dan bagian luar dari suatu membran, ion-ion dapat bergerak melalui membran oleh karena pengaruh muatan listriknya. Misalnya saja pada net diffusion dari molekul dan ion-ion membrane sel, dimana konsentrasi ion negatif adalah sama pada kedua sisi membran. Jika diberikan muatan positif pada sisi kanan dan muatan negatif pada sisi kiri, maka terjadilah gradient listrik melalui membran. Muatan positif akan menarik ion-ion negatip, sedang muatan negatip akan menolaknya. Akibatnya terjadilah net difusi dari sisi kiri ke sisi kanan. Setelah beberapa waktu maka sejumlah besar ion negatip telah berpindah ke sisi kanan (Anonimc, 2009).

Transpor aktif merupakan pergerakan atau perpindahan molekul-molekul zat melewati membran dengan menggunakan energi. Kita telah mengetahui bahwa sumber energi untuk difusi adalah energi kinetic dari molekul-molekul dan ion-ion. sementara itu, sumber energi untuk transport aktif adalah energi metabolik yangdihasilkan oleh sel (akan disimpan sebagai ATP). Dengan energi tersebut, transpor aktif mampu menggerakan molekul-molekul untuk melawan perbedaan konsentrasi dari molekul yang rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi. Energi metabolik itu diperoleh dari makanan dengan cara respirasi saluran seluler sehingga sel-sel yang terlibat dalam proses transfor aktif memiliki banyak mitokondria (Pujiyanto, 2004).

Transpor aktif merupakan kebalikan dari transfor pas pasif dan bersifat spontan. Arah perpindahan dari transport ini melawan gradient konsentrasi. Transfor aktif membutuhkan bantuan dari beberapa protein. Contoh protein yang terlibat dari transfor aktif ialah channel protein dan carrier protein serta ionophores. ATP driven pump merupakan siklus transpor Na+/K+ ATPase. Light driven umumnya ditemukan pada sel bakteri. Mekanisme ini membutuhkan energi cahaya dan contohnya terjadi pada bakteriordopsin. Pompa Na dan K ini melakukan fungsinya dengan memompa keluar 3 ion Na dan memompa 2 ion K kedalam sel. Energi yang digenakan secara langsung berasal dari pemecahan ATP dengan proses hidrolisis. Protein tersebut berfungsi dalam melakukan transfor aktif (Anonime, 2009).

Transfor aktif meruapakan transfor zat yang sangat memerlukan energi untuk itu. Energi ysng diperlukan berupa ATP. Transpor ini terjadi melalui protein integral dan melibatkan tiga protein pembawa unipor, transport substansi pada satu arah, simpor, transport dua substansi berbeda pula dengan satu arah, antipor, transport dua substansi berbeda dengan arah yang berlawanan (Anonime, 2009).

Difusi, filtrasi dan osmosis adalah semua proses pasif dalam pengertian proses tersebut tidak membutuhkan suplai energi. Molekul-molekul yang terlibat bergerak menurut perbedaan konsentrasi atau perbedaan elektrik. Sebagai contoh difusi, molekul bergerak dari kosentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah, karena tidak dibutuhkan energi. Sebaliknya apabila molekul bergerak dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi akan membutuhkan energi, proses ini disebut transfor aktif. Transfor aktif dilakukan oleh “pompa” protein dalam membran sel dan energi biasanya disuplai oleh metabolisme sel melalui ATP. Diantara berbagai zat yang melakukan transfor aktif adalah ion-ion Natrium, kalium, kalsium, clorida,jod, beberapa gula dan sebagian besar asam-asam amino (Sonjaya, 2005).

Beberapa ion penting harus terus menerus dipertahankan konsentrasinya dalam jumlah tertentu diluar atau didalam sel. Misalnya, konsentrasiion Na+ dicairan ekstrasel harus dipertahankan tetap dalam jumlah yang kecil. Sebaliknya, ion K+, harus dipertahankan dalam jumlah yang besar pada cairan intrasel, dan harus dipertahankan dalam jumlah kecil pada cairan ekstrasel. Dengan demikian, maka kedua tidak dapat ditransfor secara pasif, karena transfor pasif akan menyebabkan terjadinya keseimbangan konsentrasi kedua ion tersebut dalam dan diluar sel. Oleh sebab itu, kedua ion tersebut harus ditransfor melawan perbedaan konsentrasi yang ada diantara kedua sisi membran sel. Oleh sebab itu, kedua ion tersebut harus ditransfor melawan perbedaan konsentrasi yang ada diantara kedua sisi membran sel. Transfor dengan cara ini disebut transfor aktif. Untuk melakukan transfor melawan perbedaan konsentrasi yang ada, maka diperlukan energi (Anonimc, 2009).

Transfor aktif dibagi menjadi dua tipe yaitu berdasarkan sumber energi yang digunakan untuk transfor aktif yaitu: transfor aktif primer dan transfor aktif sekunder. Yang pertama, energi berasal langsung dari pemecahan Adenosin Tri Fosfat (ATP) atau senyawa lain kaya energi posfat. Transfor aktif sekunder, energinya berasal berasal tidak langsung dari perbedaan konsentrasi ion-ion yang terjadi setelah transfor aktif primer. Pada keduanya, transfor bergantung kepada protein pembawa (carrier) ysng penetraasi sepanjang membrane sel yang mampu memberikan energi untuk membawa zat-zat untuk bergerakmelawan perbedaan elektrokimiawi (Sonjaya, 2005).

Diantara berbagai bahan-bahan yang ditransfor secara aktif adalah Na+, K+, Ca2+, Cl-, asam amino dan beberapa ion-ion lainnya. Sesuai dengan energi yang digunakan transfor aktif terdiri dari transfor aktif primer dan transfor aktif sekunder (Anonimc, 2009).

Mekanisme transfor aktif telah banyak dipelajari secara mendetil adalah pompa kalium-natrium, merupakan sebuah proses yang memompa ion natrium keluar melalui membrane sel dan pada waktu yang sama memompa ion kalium dari luar sel ke dalam sel. Pemompaan ini terdapat pada semua sel tubuh, dan dapat bertanggung jawab umtuk pemeliharaan perbedaan konsentrasi ion natrium dan kalium di luar dan di dalam membrane sel dan untuk menciptakan potensial listrasi muatan negative di dalam sel. Proses pemompaan ini merupakan dasar fungsi sel syaraf menyalurkan impuls saraf sepanjang system saraf. Meskipun demikian fungsi protein kecil belum diketahui, tetapi protein bermolekul besar sangat penting untuk fungsi dari pompa yaitu protein mempunyai tiga tempat reseptor untuk mengikat ion-ion natrium pada sebagian protein yang menuju ke dalam interior sel (Sonjaya, 2005).

Pada transfor aktif primer, energi yang digunakan secara langsung berasal dari pemecahan ATP dengan proses hidrolisis. Protein yang berfungsi dalam melakukan transfor aktif primer yaitu :Na+- K+ ATPase) dan Ca2+ pump. Na+ - K+ ATP ase) dan Ca2+Pump. Na+ - K+ pump berperan penting dalam proses metaolisme sel oleh karena berfungsi mempertahankan agar perbedaan konsentrasi ion Na dan ion K didalam dan diluar sel selalu dalam keadaan constant, dan untuk mempertahankan keadaan negatif didalam sel. Pompa Na dan K ini melakukan fungsinya dengan memompa keluar 3 ion Na dan memompa 2 ion K kedalam sel. Pada permukaan dalam pompa Na dan K ini terdapat 3 tempat ion Na terikat (Na binding sites), dan pada permukaan luar, 2 tempat ion K terikat (K binding sites). Obat-obat digitalis seperti guabain, menghambat aktifinitas pompa Na dan K pada sel otot jantung, sehingga konsentrasi ion Na dalam sel tetap tinggi dan kontraksi jantung akan meningkat (Anonimc, 2009).

Selain pompa Na dan K, terdapat juga pompa yang berfungsi mempertahankan konsentrasi ion Ca mdi dalam sel tetap rendah. Pompa tersebut disebut pompa Ca (Ca2+ pimp atau Ca2+ ATPase). Pompa Ca mempertahankan konsentrasi Ca dalam sel sangat rendah. Sekitar 10.000 kali lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi Ca diluar sel. Pompa calcium terdapat pada membrane sel, yang berfungsi memompa Ca keluar dari sel, dan selain itu, pompa Ca juga terdapat pada organel sel, misalnya pada rectikulum sitoplasma. Pompa Ca yang terdapat pada rectikulum sarkoplasma berfungsi memompa Ca dari rectikulum sarkoplasma ke sitoplasma (Anonimc, 2009).

Pada transfor aktif sekunder, bila ion Na ditransfor keluar dari sel oleh mekanisme transfor aktif primer, biasanya terjadi perbedaan konsentrasi Na yang sangat besar-diluar sel konsentrasinya sangat rendah. Perbedaan konsentrasi ini akan merupakan sumber energi yang cukup besar. Energi ini dapat dipakai secara tidak langsung untuk proses transfor aktif. Transfor aktif yang menggunakan energi secara tidak langsung ini disebut transfor aktif sekunder (Anonimc, 2009).

Transfor aktif sekunder dibagi menjadi dua yaitu Co transfort dan counter transfort. Pada proses co-transfort, dimana glukosa atau asam amino ditransfor bersama ion Na, ion Na terikat dengan carrier yang terdapat diluar sel, dimana konsentrasi Na tinggi. Sesuadah terikat dengan Na, afinitas carrier tersebut terhadap glukose atau asam amino meningkat, sehingga glukose atau asam amino akan mudanh terikat pada carrier. Carrier protein tersebut mempunyai 2 binding sites, 1 untuk Na dan 1 lagi untuk glukose atau asam amino. Sifat khas dari carrier ini ialah, bahwa ia tidak akan dapat menstransfort Na masuk kedalam sel, tanpa terikat dengan glukose atau asam amino. Carrier ini akan membawa Na serta glukos atau asam amino masuk kedalam sel. Oleh karena itu didalamnya sel konsentrasi Na lebih rendah, maka Na akan terlepas dari carrier. Lepasnya Na akan menyebabkan glukose atau asam amino juga akan terlepas, walaupun konsentrasi glukose di dalam sel cukup tinggi. Mekanisme transfor ini terutama digunakan untuk transfor glukosa dan asam amino pada sel ephitel tubulus dan usus halus (Anonimc, 2009).

Pada Na-Ca exchabge, 3 ion Na akan ditransfor kedalam sel untuk setiap 1 ion Ca yang ditransfor keluar sel. Na-Ca exchange ini terdapat pada hampir semua membran sel dan berperan aktif dalam mengatur konsentrasi ion Ca intrasel terutama di sel otot jantung dengan demikian mengatur kontraktilitas otot jantung. Na-H exchange terutama berperan dalam mengatur konsentrasi ion Na dan hydrogen pada tubulus prosimal ginjal. Dengan demikian, Na-H exchange berperan dalam mengatur pH didalam sel. Mekanisme kerjanya sama dengan mekanisme kerja sama dengan Na-Ca exchange (Anonimc, 2009).

C. Golongan Darah

A. Golongan Darah Menurut Sistem ABO

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membrane sel darah merah. Dua jenis penggolongandarah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (factor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang btidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfuse imunologis yang berakibat anemia, hemolisis, gagal ginjal, syok dan kematian (Anonimh, 2009).

Pada permulaan abad ini (tahun 1990 dan 1901), K. Landsteiner menemukan bahwa penggumpalan darah (aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit seseorangdicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada orang lain campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan reaksi tadi, maka Landsteiner membagi orang menjadi tiga golongan darah yaitu A, B, dan O. Golongan yang keempat jarang sekali dijumpai yaitu golongan darah AB, telah ditemukan oleh dua mahasiswa Landsteiner dalam tahun 1902, yaitu A.V.Von Decastello dan A. Sterli. Dikatakan bahwa antigen atau aglutinogen yang dibawah oleh eritrosit orang tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti atau antibody atau agglutinin yang dibawah oleh serum darah. Dikenal dua macam antigen yaitu antigen A dan antigen B. Sedangkan zat antinya dibedakan atas anti A dan anti B. Orang yang memiliki antigen A tidak memiliki anti A, dimasukkan kedalam golongan darah A. Orang yang tidak memiliki antigen A maupun antigen B, tetapi memiliki anti A dan anti B di dalam plasma dimasukkan dalam darah O. Untuk menghindari jangan sampai terjadi penggumpalan darah sebelum dilakukan transfuse darah, baik si pemberi dan penerima diperiksa (Suryo, 1995).

Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antibody dan antigen yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut: Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membrane selnya dan menghasilkan antibody terhadap antigen B dalam seru darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A negative hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O negatif. Individu dengan golongan B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam seru darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B negatif atau O negatif. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB positif tidak dapat mendonorkan darahnya kecuali pada sesama AB-positif. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibody terhadap antigen A dan B sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O negatif (Anonimh, 2009).

Pada membran sel darah menjadi merah terdapat berbagai antigenyang disebut agglutinogen. Sampai sekarang telah diketahui lebih dari 300 jenis antigen yang terdapat pada permukaan membran sel darah merah. Yang paling penting untuk diketahui adalah aglutinogen A dan aglutinogen B, serta factor Rhesus atau Rh. Aglutinogen A dan B juga terdapat pada kelenjar saliva, pancreas, ginjal, hati, sperma dan cairan amnion. Aglutinogen ini ditemukan secara genetic dan hal ini akan menentukan jenis golongan darah seseorang (lihat tabel 5).

Tabel 5. Golongan darah dan Genotipnya

Golongan Darah

Genotip

Aglutinogen

Aglutinin

O

OO

-

Anti-A dan anti B

A

AA atau OA

A

Anti-B

B

BB atau OB

B

Anti-A

AB

AB

A dan B

-

Dari tabel 5, diatas dapat dilihat bahwa seseorang dengan golongan darah O tidak membentuk aglutinogen, sedangkan golongan darah B mempunyai 2 jenis aglutinogen. Jadi dasar penggolongan darah menurut system ABO tergantung dari ada tidaknya aglutinogen A atau B. Didalam plasma darah terdapat antibodi yang merupakan gama globulin, disebut agglutinin ini akan menyerang aglutinogen baik secara alamiah maupun terjadi akibat transfuse darah dari golongan darah yang tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, akan terjadi proses egglutinasi atau penggumpalan darah. Aglutinasi akan menyebabkan sel darah akan menyumbat kapiler diseluruh tubuh, dan sesudah beberapa waktu sel akan membengkak dan mengalami rupture, dan melepaskan Hb ke dalam sirkulasi. Reaksi ini disebut reaksi hemolisis (Yusuf, 1995).

Golongan darah pada manusia dan hewan didefinisikan sebagai jumlah dari semua antigen serological, factor golongan darah, yang melekat pada membrane sel darah merah. Antigen adalah senyawa kimia, biasanya protein yang bila disuntikkan ke suatu individu yang kekurangan antigen tersebut, akan menyebabkan pembentukan senyawa khusus yang menetralisasi antigen, disebut antibodi. Bila antigen diletkatkan terhadap sel darah merah, reaksi antigen/antibodi menyebabkan kerusakan membrane sel dan melepaskan hameoglobin, Hal ini diketahui sebagai awal pembentukan antibody golongan darah, dapat ditentukan dengan mencampur sel darah merah dalam larutan garam isotonic dalam serum tang diketahui mengandung antibodi. Jika terjadi aglutinasi atau hemolisis golongan darah yang sesuai dapat ditentukan (Sonjaya, 2005).

Faktor golongan darah dari system golongan darah adalah diturunkan secara bebnas satu sama lain. Beberapa system hanya mempunyai satu gen atau satu factor, sedangkan yang lainnya mempunyai lebih. Seoranf individu hanya dapat mempunyai dua gen dengan satu golongan khusus, satu dari setiap pasang kromosom diturunkan dari orang tuanya. Pada manusia pengetahuan golongan darah memudahkan penggunaan darah dalam transfuse darah. Oleh karena jumlah yang banyak dari golongn darah maka jumlah kombinasinya sangat besar (Sonjaya, 2005).

Darah individu tidak selalu bias dicampur secara aman dengan darah individu yang lain. Kenyataan ini diketahui dari transfer atau transfuse darah yang pada mulanya dapat menyembuhka, tetapi juga kadang-kadang membunuh pasien. Hal ini disebabkan darah sebenarnya terdiri dari empat golongan. Apabila darah dari golongan berbeda dicampur, korpuskulus akan pecah dan menjadi lengket dan berkelompok. Hal ini disebut aglutinasi dan bersifat fatal karena kelompok sel darah merah dapat menyumbat pembuluh darah dan menghentikan sirkulasi dan bersifat fatal karena kelompok sel darah merah dapat menyumbat pembuluh darah dan menghentikan sirkulasi dan ginjal akan mengalami kerusakan berat karena harus mensekresi sejumlah besar pigmen dari sel darah merah yang hancur (Watson, 2002).

Transfusi darah meruipakan pemindahan darah dari seseorang kepada orang lain yang membutuhkannya. Pemberi careah disebut donor dan pnerimanya disebut resipien Transfusi sebaiknya dilakukan dengan golongan darah yang sama, karena golongan donor berbeda dengan golongan darah resipien dapat terjadi hemolisis. Bila seseorang sangat membutuhkan penambahan darah melalui transfuse padahal tak ada donor yang mempunyai golongan darah tertentu dengan sangat hati-hati dan terlebih dahulu melakukan test kompabilitas darah donor dan resipien (Anonimb, 2009).

B. Golongan Darah Rhesus (Rh)

Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan factor Rhesus atau factor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki factor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki factor Rh dipermukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rhesus atau Rh-, mereka yang memiliki factor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki factor Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan darah ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai meskipun pada daerah tertentu golongan darah A lebih dominant, dan ada pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B (Anonimh, 2009).

Di samping antigen dan system ABO, antigen dari system Rh mempunyai anti klinis yang sangat penting. Faktor Rh yang dinamai sesuai dengan nama monyet rhesus karena antigen ini pertama kali diteliti dengan menggunakan darah binatang ini adalah suatu sistem yang terutamanya mengandung atau tersusun dari C, D, E. Meskipun sebenarnya mengandung banyak lagi. Tidak seperti antigen ABO, sistem ini belum pernah dideteksi di jaringan selain sel darah meraj. Lokus golongan darah Rh tersusun atas dua molekul yang terkait antibodi Rh jarang timbul secara alamiah. Sebagian besar bersifat imun, antibodi tgersebut sebagian dahasilkan dari transfusi atau kehamilan sebelumnya. Anti D bertanggung jawab untuk sebagian besar masalah subyek secara sederhana menjadi Rh-D positif dan Rh negatif (Ganong, 2002).

Individu yang memiliki golongan darah Rh disebut Rh+. Namun sekitar dari 15% populasi rhesus negatif (Rh-). Apabila seseorang dengan Rh- menerima darah dari seseorang donor dengan Rh+, maka aglutinogen akan merangsang aglutinin anti Rh+ yang disebut dengan anti-D. Apabila transfusi diberikan dengan darah Rh+ diberikan keduanya, maka sel darah merah donor akan diaglutinasi dan dihancurkan (hemolisis. Hal ini akan berakibat fatal pada resipien dan faktor ini juga bisa mrenimbulkan masalah selama masa hamil. Apabila ibu dengan Rh- mengandung janin dengan Rh+, maka ibu mulai membentuk aglutionin anti Rh yang dapat menghancurkan sel darah merah bayi. Bayi mungkin dapat mengatasi masalah ini secara spontan atau bisa juga diperlukan transfortasi tukar (Watson, 2002).

C. Sisten Golongan Darah Lain

Sistem golongan darah lain memiliki lebih sedikit kepentingan klinis. Walaupun antibodi alamiah sistem P.lewis dan MN lazim dijumpai, antibodi tersebut biasanya hanya bereaksi pada suhu rendah sehingga tidak dapat menimbulkan masalah klinis. Antibodi imun terhadap antigen sistem-sistem tersebut jarang terdeteksi. Banyak diantara antigen tersebut mempunyai antigenitas yang rendah dan lainnya, walaupun secara immunogenik sebanding lebih jarang ditemukan sehingga kecil kemungkinan untuk terjadi isomunisasi kecuali pada pasien yang mendapat transfusi multipel (Haffbrand, 2005).

Ada sistem semacam Rh, Lutheren, Kell, Kidd dan banyak lain. Ada lebih dari 500 kemungkinan fenotip golongan darah yang dikenal dan karena tentu saja ada antigen yang belum ditemukan. Pernah ada yang menghitung jumlah fenotip sebenarnya dalam trilliunan dan ternyata jumlah golongan darah pada binatang sama besarnya dengan yang ada pada manusia. Penyakit tertentu lebih sering ditemukan pada orang yang mempunyai suatu golongan darah atau golongan darah lain (Ganong, 2002).

D. Berat Jenis Darah

Gravitasi suatu jenis zat adalah indeksi atau ratio berat zat tersebut dibandingkan dengan berat jenis air yang volumenya sama dengan zat yang disebut tadi, suatu zat yang beratnya kuran g dari berat jenis air volumenya dan akan mempunyai gravitasi jenis kureang dari 1,00 apabila beratnya lebih, maka gravitasinya juga lebih dari 1,00. Pengukuran gravitasi jenis ini biasanya dilakukan dengan mewujudkan hidrometer. Hidrometer yang digunakan untuk mengukur gravitasi jenis cairan seperti dalam pengujian untuk pengetesan aki atau baterai, muatan zat anti radiator mobil (Frandson, 1999).

Darah memiliki gravitasi jenis sedikit tinggi kandungan airnya terutama disebabkan oleh adanya sel-sel darah merah dan sel darah putih. Kedua jenis darah ini mamiliki berat jenis yang bervariasi antara spesies yang satu dengan yang lainnya. Pada hewan domba 1,042, sapi 1,043, anjing dan manusia 1,059 sedangkan pada babi dan kuda memiliki berat jenis darah sebesar 1,060 (Frandson, 1999).

Berat jenis darah bervariasi dari 1,03e0-1,060 sedangkan berat jenis plasma bervariasi dari 1,024-1,028, darah terdiri dari dua bagian, yaitu sel-sel darah merah (butiran-butiran)dan cairan darah (plasma darah) (Anonimd, 2009).

Cara menentukan berat jenis darah dilakukan dengan cara kimia dengan menggunakan CuSO4 dengan bera jenis yang bermacam-macam kemudian meneteskan darah yang hendak diperiksa ke dalam masing-masing larutan CuSO4, dan didapat hasil bila berat jenis darah sama dengan berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan mengapung tepat dibawah permukaan. Perbedaan sebesar 0,0005 sudah diangkap signifikan dan akurat. Bila berat jenis CuSO4 sama dengan berat jenis darah maka ia akan tetap berada dibawah permukaan bila berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan menggembang di permukaan. Berat jenis normal yaitu 1,059 (1,059-1,060) merupakan berat jenis hematokrit dan 1,005 merupakan berat jenis homodilusi (Anonimd, 2009).

Darah merupakan cairan tubuh y6ang terdapat dalam jantung dan pembuluh darah. Beberapa cairan tubuh yang lain adalah cairan jaringan. Berat jenis darah bervariasi dari 1,054-1,060. Sedangkan berat jenis darah plasma dari 1,024-1,028 (Anonimd, 2009).

Untuk menentukan berat jenis darah , dapat juga dilakukan dengan tiga jenis cara yaitu dengan menggunakan pinometer, cara philips, dan dengan cara kammerachlac. Cara niknometer yaitu piknometer diisi dengan darah lalu ditimbang dari hasil-hasil timbangan tersebut dapat ditentuksn berat jenisnya dengan menggunakan larutan CuSO4 standar (yang lebih diketahui nilai Bjnya) cara kammerachlag yaitu dengn menggunakan campuran benzol yang telah diketahui dengan menggunakan kloroform (Sonjaya, 2005).

Berat jenis adarah adalah 1,04-2,05. Tekanan osmosis tergantung pada konsentrasi protein plasma dan viskositas atau kekentalan darah sebagai cairan suspensi. Derajat kesamaan (ph) berkisar antara 7-8, mempunyai sistem buffer melalui ion CO2, NH3, dan H+. Darah mengandung sekitar 80% air dan 20% bahan organik, sementara bahan organiknya sekitar 1%. Warnah darah bervariasi sesuai dengan kandungan oksigen. Darah arteri kaya oksigen dan mempunyai massa jenis antara 7,35-7,45 sedikit berada di daerah yang memiliki basa netral (Sonjaya, 2005).

Darah pemeriksaan laboratorium beberapa halyang harus diperhatikan yaitu :

- Berat jenis dengan batas normal 11,001-1,035.

- Alat yang digunakan dalam jumlah banyak darah yang akan digunakan

- Darah normal yang diletakkan atau diteteskan pada larutan CuSO4 0,5% yang berat jenisnya 1,051 (Anonimd, 2009).

Gravitasi atau berat jenis darah merupakan suatu indeks terhadap suatu tatapan pada suatu zat tertentu dan memiliki variasi yang berbeda tergantung pada jenis individu atau makhluk hidup. Gravitas jenis suatu zat merupakan rasio berat suatu zat dibanding dengan berat jenis air. Suatu zat yang beratnya kurang dari berat jenis air dan memiliki volume sama, akan tetapi mamiliki gravitasi yang sama juga. Pengukuran gravitas jenis ini biasanya menggunakan hidrometer. Darah memiliki gravitasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan air (Syaifuddin, 2002)

Dalam proses pengukuran berat jenis dapat diketahui terdapat dua macam cara yakni cara kimia dan philips. Cara menentukan berat jenis darah dapat dilakukan dengan cara kimia dengan menggunakan CuSo4 dengan berat jenis yang bermacam-macam kemudian meneteskan darah yang hendak diperiksa ke dalam masing-masing larutan CuSo4, maka ia akan mengapung tepat dibawah permukaan. Perbedaan sebesar 0,0005 yang sudah dianggap signifikasi dan akurat. Bila berat jenis CuSO4 yang sudah didapat sama dengan berat jenis darah maka ia akan tepat berada dibawah permukaan. Berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan mengembang ke permukaan. Untuk menentukan berat jenis darah juga dapat digunakan piknometer yaitu dengan cara piknometer diisi dengan menggunakan darah lalu ditimbang, dari hasil-hasil timbang tersebut dapat ditentukan berat jenisnya dengan menggunakan larutan CuSO4 standar (Sonjaya, 2005).

Gravitas suatu jenis darah adalah indeks atau ratio berat zat tersebut dibandingkan dengan berat jenis air yang volumenya sama dengan zat yang disebut tadi. Suatu zat yang beratnya kurang dari berat jenis air yang volumenya dan akan mempunyai gravitasi jenis yang kurang dari 1,00 dan apabila beratnya lebih, amak gravitas juga akan lebih dari 1,00 (Frandson, 1999).

METODOLOGI PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Darah II (Hemolisa dan Krenasi Darah, Tekanan Ostmotik, dan Berat Jenis Darah) dan Praktikum V (Golongan Darah, Tekanan Darah, dan Diferensiasi Leukosit) dilaksanakan pada hari jum`at tanggal 28 Februari 2009 pukul 14.00 WITA- Selesai bertempat di Laboratorium Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Praktikum

Alat yang digunakan pada Praktikum Darah II & V ini adalah Mikroskop, Vaccinostyle, Gelas objek, Gelas arloji, tabung reaksi dan raknya, serta spoit atau pipet, sphygmomanometer. Stetoskop, haemocytometer

Bahan yang digunakan pada Praktikum Darah II & V ini adalah Larutan NaCl 0,3%, 0,45%, 0,9% dan I,5%, Citras Natricus 3,8%, Larutan Ureum 1,8 % dalam aquadest, Alkohol dan Kapas, sample darah (Ayam potong, Ayam petelur, Ayam kampong, Kambing, Sapi, dan Manusia), anti koagulan (Na-Citrat 3,8% dengan perbandingan 4:1), larutan Ureum 1,8% dalam NaCl 0,9%, dan sabun.

Metode Praktikum

A. Hemolisa dan Krenasi

Mengambil gelas arloji bertanda A, B, C, kemudian menuangkan masing-masing 1 tetes darah pada setiap bagian dalam gelas arloji, tetapi sebelumnya memberikan 1 tetes aquadest pada bagian A, 1 tetes NaCl 3% pada tabung B, dan membiarkan tabung C sepereti semula, Kemudian mencampur larutan tersebut dengan samprl darah dan mengamatinya di atas kertas putih. Mengamati apakah terdapat endapan dan terjadi kekeruhan. Lalu mengamati terus dan mengambil masing-masing setetes dari gelas arloji tadi kemudian mengamatinya di bawah miskroskop dan menggambarnya apa yang kemudian terlihat atau nampak.

B. Tekanan Osmotik Eritrosit

Memberi nomor seri pada tabung reaksi yang bersih 1-6, kemudian memasukkan larutan NaCl 3% dalam tabung. Kemudian memasukkan aquadest pada setiap tabung dari seluruh larutan menjadi 5 cc, mencampur larutan tersebut dengan baik dan menghitung kadar NaCl dari setiap tabung. Lalu membersihkan tangan sengan alcohol 70% dan menusuk jari telunjuk dengan menggunakan vaccinostyle dan meneteskan darah yang keluar dari ujung jari ke dalam setiap tabung sebanyak 1 tetes, lalu mencampurnya dengan sangat hati-hati. Setelah 3 menit, kemudian mengamati setiap tabung apakah terlihat lapisan merah pada bagian atas atau tidak. Lalu mengamati perubahan yang terjadi pada tabung 1-6.

C. Berat Jenis Darah

Darah dimasukkan ke dalam tabung laktodensimeter, kemudian menempatkannya di temat yang rata dan datar. Memasukkan laktodensimeter ke dalam tabungdan membaca skalanya. Kemudian mencatat dan membandingkan pada berbagai sampel darah yang ada.

D. Golongan Darah

Kita menggunakan onyek glass yag tertulis serum anti A, anti B, dan serum anti D. Kemudian meneteskan masing-masing 1 tetes darah ketiga anti serum tersebut. Untuk anti serum A ditambah serum anti A, untuk serum B ditambah serum B dan untuk serum D ditambah dengan anti D dan mengamati apakah obyek glass tersebut terjadi penggumpalan atau koagulasi atau tidak.

Analisa Data

Darah yang diperoleh pada praktikum Tekanan Osmotik Eritrosit diolah dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

N1 = Konsentrasi awal NaCl

N2 = Konsentrasi akhir NaCl

V1 = Volume awal larutan

V2 = Volume akhir larutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hemolisa dan Krenasi

Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 5. Hasil Pengamatan Darah dalam Gelas Arloji

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009

Secara Makroskopis

A B C

Secara Mikroskopis

























Hemolisa Krenasi

Preparat : Darah Manusia

Perbesaran : 40X

Keterangan : A. Darah + Aguadest

B. Darah + NaCl 3%

C. Darah

Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2009

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa gelas arloji yang dilihat dengan cara makroskopis terlihat bahwa darah dengan perlakuan kontrol tidak mengalami perubahan dan dibawah miskroskop terlihat bentuk sel darah merah yang tidak jelas. Perlakuan yang berbeda terlihat bentuk sel darah merah yang tidak jelas. Perlakuan yang berbeda terlihat pada gelas arloji dan diberi NaCl, setelah diletakkan di bawah miskroskop larutan terdapat bentuk sel yang kabur. NaCl merupakan larutan yang hipertonis yang mempunyai konsentrasi tinggi sehingga menyebabkan sel darah mengalami krenasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa larutan yang berkonsentrasi tinggi akan menyebabkan sel darah akan mengalami krenasi sedengkan air yang masuk ke dalam sel darah akan menyebabkan pembengkakan dan kemudian sel darah merah akan mengalami hemolisa.

Adapun faktor-faktor yang mengalami hemolisa yaitu plasma dan hipotonis, pengocokan dan lain-lain, sedangkan krenasi disebabkan oleh zat yang bersifat hepertonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Watson (2002), yang menyatakan bahwa krenasi disebabkan oleh plasma yang hipertonis, pengocokan bergantian dibekukan oleh pemanasan kurang dari 640C, dinding sel yang rusak oleh zat kimia atau tegangan permukaan plasma yang diperendah.

Pada larutan B, larutan tidak keruh atau menembus pandangan. Hal ini disebabkan oleh membran yang terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005), yang menyatakan bahwa hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari sel darah yang disebabkan oleh medium atau plasma hipotonis.

Osmolaritas adalah pelarut zat melalui membran dari daerah yang kadar zat pelarutnya lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa osmolaritas adalah gerakan molekul pelarut (air) melalui membran yang hanya permeabel untuk air, tetapi tidak untuk zat terlarut ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat.

Hipertonis merupakan larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih besar daripada tekanan osmosis SDA. Larutan hipertonis merupakan larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih kecil daripada tekanan osmosis SDM dan isotonis merupakan larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama dengan tekanan osmosis SDM. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2002), yang menyatakan bahwa larutan hipertonis merupakan larutan NaCl yang konsentrasinya kurang dari 0,9%, larutan hipotonis merupakan larutan yang konsentrasinya NaClnya kurang dari 0,9% dan larutan isotonis merupakan larutan yang konsentrasi NaClnya sama atau sebanyak 0,9%.

B. Tekanan Osmotik Eritrosit

Berdasarkan Praktikum Fisologi Ternak Dasar, yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 6. Hasil Pengamatan Tekanan Osmotik Eritrosit

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009

Keterangan :

I : 0,3 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Bata (Hemolisa)

II : 0,45 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Terang (Hemolisa)

III : 0,9 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah (Hemolisa)

IV : 1,5 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Muda (Hipertonik)

V : 3 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Bening (Krenasi)

Sumber : Data Hasil Praktikum Fisioloigi Ternak Dasar, 2009

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa tabung I terdapat endapan dn berwarna merah bata dan merngalami hemolisa, pada tabung II dan III berwarna merah terang dan merah yang mengalami hemolisa, sedangkan pada tabung IV tidak mengalami hemolisa dan merupakan isotonis terhadap larutan dimana konsentrasi NaClnya diatas dari dari 0,9% sehingga dikatakan sebagai larutan hipertonis, sehingga masih tetap berwarna merah, hal ini dikarenakan hemoglobin masih utuh dan tetap dapat mempertahankan warna merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005), yang menyatakan bahwa larutan isotonis merupakan larutan yang sifatnya netral atau seimbang antara zat dan cairan dalam darah sehingga darah masih bisa tetap berwarna merah.

Pada tabung V terjadi krenasi sempurna, hal ini ditandai dengan perubahan warna dan bentuk sel yang mengkerut jika diperhatikan lebih jelas dibawah miskroskop dengan perbesaran 40X. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan adanya larutan yang hipertonik. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa adanya pergerakan air keluar dari sel dan terjadinya pengkerutan pada sel dapat disebabkan karena adanya cairan atau larutan yang bersifat hipertonik yang ada dalam darah tersebut.

Krenasi adalah proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis dan hipertonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang menyatakan bahwa krenasi merupakan peristiwa dimana sel terjadi pengkerutan akibat adanya cairan atau larutan yang memiliki sifat yang hipotonik dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang menyebabkan pergerakan air di dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana tumbuhan juga akan mengecil karena dimasukkan dalam larutan yang hipertonik. Krenasi ini dapat dilakukan penggembalian sehingga dapat kembali seperti semula dengan cara menambahkan cairan atau larutan ke dalam intermediater luar eritrosit.

Hemolisis adalah suatu proses dimana sel-sel darah merah terlepas dalam plasma atau dengan kata lain keluar dari plasma. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999) yang menyatakan bahwa hemolisis merupakan suatu peristiwa dimana pada sel-sel darah merah terjadi karena adanya toksis bakteri, bisa ular dan parasit darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada di dalam darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada di dalam plasma menyebabkan warna merah dan keadan tersebut dapat dikatakan sebagai hemoglobinemia.

Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan pelarut melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat. Osmosis adalah gerakan molekul pelarut air melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat sedangkan difusi adalah gerakan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan pelarut melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat. Osmosis adalah gerakan molekul pelarut air melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat sedangkan difusi adalah gerakan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Sifat membran sel yaitu semipermeabel. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa membran sel tidak hanya semipermeabel, membiarkan zat-zat tertentu merembes melintasinya dan menahan zat-zat tertentu, akan tetapi daya perembesan dapat pula berubah-ubah.

D. Berat Jenis Darah

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan mengenai berat jenis darah, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 6: Berat Jenis Darah Pada Ternak

Kelompok

Jenis Ternak

Berat jenis darah

I

Ayam Potong

1,044

II

Sapi

1,048

III

Ayam Petelur

1,044

IV

Kambing

1,044

V

Ayam Kampung

1,050

Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak, 2009.

Berdasarkan tabel 6, di atas maka dapat diketahui bahwa pada kelompok I dengan menggunakan sampel darah ayam potong berat jenis darahnya yaitu 1,044, pada kelompok II dengan sampel darah sapi berat jenis darahnya yaitu 1,048, pada kelompok III dengan sampel darah ayam petelur dengan berat jenis 1,044, dan pada kelompok IV dengan sampel darah kambing dengan berat jenis 1,044 sedangkan pada kelompok V dengan sampel darah ayam kampung dengan berat jenis 1,050. Hasil pada masing-masing kelompok untuk setiap sampel darah memiliki berat jenis yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa gravitasi jenis suatu jenis darah sangat bervariasi dan tergantung pada jenis darah itu sendiri pada setiap ternak.

Berat jenis darah pada setiap hewan berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Schoteillus (1987) yang menyatakan bahwa berat jenis untuk ayam berkisar antara 1,042-1,050, pada domba dan kambing berkisar 1,044 dan pada sapi berkisar 1,48 serta pada kuda dan babi berkisar 1,060.

Berat jenis darah adalah indeks berat darah dibanding dengan berat air pada volume yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa berat jenis darah adalah indeks berat zat pada dibandingkan dengan air yang volumenya sama dengan zat tersebut tadi.

Faktor yang mempengaruhi berat jenis darah yaitu perbedaan berat jenis darah yaitu perbedaan berat jenis darah dan adanya zat lain yang terkandung dalam darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa darah memiliki berat jenis darah yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis air terutama disebabkan oleh sel darah merah lebih berat dibandingkan dengan sel darah putih dan kedua jenis sel tersebut lebih berat dibandingkan dengan berat jenis plasma.

Gravitasi atau berat jenis darah merupakan suatu indeks terhadap suatu tatapan pada suatu zat tertentu dan memiliki variasi yang berbeda tergantung pada jenis individu atau makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2002), yang menyatakan bahwa gravitas jenis suatu zat merupakan rasio berat suatu zat dibanding dengan berat jenis air. Suatu zat yang beratnya kurang dari berat jenis air dan memiliki volume sama, akan tetapi mamiliki gravitasi yang sama juga.

Dalam proses pengukuran berat jenis dapat diketahui terdapat dua macam cara yakni cara kimia dan philips. Hal ini sesuai dengan pendapat sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa cara menentukan berat jenis darah dapat dilakukan dengan cara kimia dengan menggunakan CuSo4 dengan berat jenis yang bermacam-macam kemudian meneteskan darah yang hendak diperiksa ke dalam masing-masing larutan CuSo4, maka ia akan mengapung tepat dibawah permukaan. Perbedaan sebesar 0,0005 yang sudah dianggap signifikasi dan akurat. Bila berat jenis CuSO4 yang sudah didapat sama dengan berat jenis darah maka ia akan tepat berada dibawah permukaan. Berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan mengembang ke permukaan. Untuk menentukan berat jenis darah juga dapat digunakan piknometer yaitu dengan cara piknometer diisi dengan menggunakan darah lalu ditimbang, dari hasil-hasil timbang tersebut.

Gravitas suatu jenis darah adalah indeks atau ratio berat zat tersebut dibandingkan dengan berat jenis air yang volumenya sama dengan zat yang disebut tadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999) yang menyatakan bahwa suatu zat yang beratnya kurang dari berat jenis air yang volumenya dan akan mempunyai gravitasi jenis yang kurang dari 1,00 dan apabila beratnya lebih, amak gravitas juga akan lebih dari 1,00. Pengukuran gravitasi jenis ini biasanya dilakukan dengan mewujudkann hidrometer jenis ini biasanya digunakan untuk menguavitas jenis cairan seperti dalam pengukuran atau pengujian untuk pengetesan aki atau baterai maupun zat anti radiator untuk mobil.

C. Penggolongan Darah

Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar mengenai golongan darah yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 6. Hasil Pengamatan Darah dalam Gelas Arloji

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009

Pria Wanita

















Anti- A Anti-B Anti- A Anti- B




D D

Keterangan :

Pria Wanita

Nama : Supardi Rahman Nama : Fadliah NS

Umur : 19 tahun Umur : 19 tahun

Gol.Darah : B Gol.Darah : A

Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2009

Berdasarkan gambar di atas diperoleh hasil bahwa pada pria yang bernama Supardi Rahman diperoleh golongan darah B sedangkan pada wanita yang bernama Fadliah NS tergolong darah A. Hal ini dapat terjadi karena pada gelas arloji pria bagian yang diberi anti serum anti A tidak terjadi perubahan sedangkan pada serum anti B terjadi aglutinin. Sedangkan pada darah wanita, gelas arloji yang diberi anti serum anti A terjadi aglutinin sedangkan pada serum B tidak terjadi perubahan karena dalam darah tersebut tidak ada reaksi sama sekali. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa bila aglutinogen tipe A terdapat dalam sel darah merah seseorang dalam plasmanya tersbentuk antibodi yang dikenal sebagai antiglutinin anti A. Dan bila tidak terdapat aglutinogen tipe B dalam sel darah merah atau plasmanya terbentuk antibodi aglutinin B. Sedangkan bila aglutinogen tipe B terdapat dalam sel darah merah seseorang dalam plasmanya tersbentuk antibodi yang dikenal sebagai antiglutinin anti B. Dan bila tidak terdapat aglutinogen tipe A dalam sel darah merah atau plasmanya terbentuk antibodi aglutinin A. Golongan darah B mengandung aglutinogen B dan aglutinin A sedangkan Golongan darah A mengandung aglutinogen A dan aglutinin B.

Data yang diperoleh dari gambar 6, dimana golongan darah bagi pria yaitu golongan darah B karena pada saat pemberian anti serum B tidak terjadi penggumpalan atau aglutinasi dan wanita bergolongan darah A karena pada saat pemberian anti serum A tidak menggumpal atau tidak terjadi aglutinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Karman (1984) yang menyatakan bahwa golongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen yang terkandung dalam eritrosit. Golongan darah B jika dalam eritrosit mengandung aglutinogen B sedangkan golongan darah A jika dalam eritrositnya mengandung aglutinogen A. Golongan darah pada manusia dan hewan diartikan sebagai jumlah semua antigen serologika lain.

Pada permukaan dinding sel eritrosit terdapat dua sifat antigenitas yaitu aglutinin dan aglutinogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2002) yang menyatakan bahwa aglutinogen merupkan dua antigen yang berbeda namun memiliki pertautan atau hubungan. Tipe A dan tipe B, dan terdapat pada permukaan eritrosit berbagai orang. Sedangkan aglutinin berasal dari plasma dari dalam plasma.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa pria yang memiliki golongan darah B yang setelah diberikan antiserum A, dan AB tidak terjadi penggumpalan (aglutinasi). Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (20050 yang menyatakan bahwa dari golongan A dapat diberikan pada orang yang tidak memiliki antibodi A yaitu golongan darah A dan AB. Hal ini sesuai dengan golongan B hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak memiliki antibodi B, yaitu orang yang ebrgolongan darah B dan AB. Golongan darah AB hanya dapat diberikan kepada resipien darah AB karena golongan darah AB tidak memiliki antibodi sedangkan golongan darah yang lainnya memiliki antibodi. Orang bergolongan darah AB disebut donor universal karena darah O dapat menjadi donor karena tidak memiliki aglutinogen.

Golongan darah ialah sejumlah antigen serologik partikel darah yang melekat pada membran sel darah merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2008) yang menyatakan bahwa golongan darah mengandung pengertian sejumlah antigen serologik partikel darah yang melekat pada membran sel darah merah.

Antigen adalah senyawa kimia biasanya protein yang diberikan kepada suatu individu yang kekurangan antigen sedangkan aglutinin adalah suatu senyawa yang menetralisir antigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa antigen adalah senyawa kimia biasanya protein yang diberikan kepada suatu individu yang kekurangan antigen sedangkan aglutinin adalah suatu senyawa yang menetralisir antigen.

Golongan darah pada manusia dan hewan diartikan sebagai jumlah semua antigen serologika lain. Faktor golongan darah yang melekat pada membran sel darah. Reaksi transfusi akibat golongan darah tidak cocok. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2008) yang menyatakan bahwa reaksi transfusi darah yang ditrnsfusikan akibat golonagn darah tidak cocok terjadi karena darah yang ditransfusikan menyebabkan aglutinasi sel-sel resipien. Bagian plasma darah donor dengan segala cara diencerkan oleh semua sel aglutinin merupakan gamma globulin halnya dengan antibodi lainya yang dihasilkan oleh sel-sel yang sama dengan yang dihasilkan antigen untuk setiap antigennya. Antigen A dan B dalam jumlah sedikit masuk ke dalam tubuh melalui makanan. Zat ini mengawali pembentukan aglutinin anti A dan aglutinin anti B.

Golongan darah pada setiap individu berbeda-beda dan setiap orang tidak bisa mendonorkan darahnya dan menerima darah dari orang lain yang memiiliki golongan darah yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang menyatakan bahwa darah individu tidak selalu bisa dicampur secara aman dengan darah individu lain. Kenyataan ini diketahui dari transfusi darah yang pada mulanya dapat menyembuhkan tetapi kadang-kadang malah dapat membunuh pasien. Hal ini dapat disebabkan karena darah yang salah. Apabila darah yang berbeda dicampur dengan golongan darah yang berbeda pula maka korkuskulus merah akan menjadi lengket dan menggumpal sehingga dapat membentuk kelompok. Hal ini disebut dengan aglutinasi8 dan bersifat fatal karena kelompok sel darah merah dapat menyumbat pembuluh darah dan menghentikn sirkulasi dan ginjal akan dapat mengalami kerusakan berat karena harus mengsekresi sejumlah besar pigmen sel darah merah yang hancur.

Faktor golongan darah dari sistem golongan darah adalah diturunkan secara bebas satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa faktor golongan darah diturunkan secara bebas. Beberapa sistem hanya mempunyai satu gen atau satu faktor sedangkan yang lainnya mempunyai lebih.

Penggolongan darah dilakukan untuk memudahkan transfusi darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa pada manusia, pengetahuan akan golongan darah memudahkan penggunaan darah dalam transfusi darah. Dilihat dari aspek keturunan golongan darah, golongan darah dapat ditentukan untuk menentukan keturunan baik untuk kepentingan manusia maupun dalam pemuliabiakan ternak.

Adapun tabel 7. penggolongan darah yaitu sebagai berikut :

Dari tabel 7 diatas, darah dari golongan darah A hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi a yaitu golongan darah A dan AB. Golongan darah B hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi b yaitu golongan darah B dan AB. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2008) yang menyatakan bahwa golongan darah A hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi a yaitu golongan darah A dan AB. Golongan darah B hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi b yaitu golongan darah B dan AB. Golongan darah AB hanya dapat diberikan kepada resipien darah AB, karena golongan darah lainnya mempunyai antibodi sehingga golongan darah AB biasa disebut resipien universal sedangkan golongan darah O disebut donor universal.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum mengenai Darah II dan V yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebgaai berikut:

  1. Hemolisa terjadi pada gelas arloji A (Aquadest + Darah), krenasi terjadi pada gelas arloji B (NaCl 3% + darah) dan gelas arloji C dalam keadaan kontrol tidak terjadi perubahan, karena darah tidak ditambahkan dengan larutan yang bersifat hipertonik maupun hipotonik.
  2. Pada percobaan tekanan osmotik eritrosit, pada tabung I terjadi hemolisis sempurna, pada tabung II terjadi hemolisa sederhana, dan pada tabung III terjadi hemolisa sederhana dan pada tabung IV larutan bersifat hipertonis dan pada tabung V terjadi krenasi sempurna.
  3. Berat jenis darah yang diperoleh pada kelompok I dengan sampel darah ayam potong yaitu 1,044, pada kelompok II sampel darah sapi sebesar 1,048, pada kelompok III sampel darah ayam petelur sebesar 1,044, pada kelompok IV sampel darah kambing sebesar 1,044 sedangkan pada kelompok V sampel darah ayam kampung sebesar 1,050.
  4. Pada pengamatan golongan darah yaitu golongan darah pada pria yang bernama Supardi Rahman bergolongan darah B dan pada wanita yang bernama Fadliah NS bergolongan darah A.

Saran

Untuk Laboratorium agar alat-alat yang sudah rusak sebaiknya diganti dengan yang lebih baik dan alat-alat yang tidak canggih sebaiknya diganti dengan alat-alat yang lebih canggih

Untuk asisten sebaiknya bimbingan pada saat praktikum berlangsung lebih

Ditingkatkan agar praktek dilaboratorium dapat berjalan dengan lancar agar lebih baik dari tahun sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima, 2009. Hemolisa dan Krenasi. Http;//wikipedia.org/wiki/item hemolisa dan krenasi/03-02-2009/html

_______b, 2009. Golongan Darah. Http;//tedbio. Multiply.com/journal/item/Golongan darah/03-02-2009/html

_______c, 2009, Bahan Ajar Fisiologi Keperawatan,. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar

_______d, 2009. Berat Jenis Darah. Http;//www.geocityes.com/mitra_sejati.html

_______e, 2009. Transfor Aktif Cairan Tubuh. Http;//tedbio. Multiply. Com /journal/ item /Transfor aktif/03-02-2009/html.

_______f, 2009. Osmosis dan Tekanan osmosis. Http;//www.geocities.com/imam_smanel /Osmosis/html

_______g, 2009. Difusi Cairan Tubuh. Http;//www.freewebs.com/difusi postmortem/html

Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi keperawatan_edisi kedua. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

________. 1999. Anatomi dan Fisiologi Keperawatan_edisi ketiga. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

Gani. 1995. Neuro Fisiologi_edisi ketiga. Bagian ilmu faal. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ganong. 2004. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran:Jakarta.

Haffbrand. 2005. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Mikrajuddin. 2004. Biologi 3SMU. Cempaka Mas. Yogyakarta.

Schoteillus. 1987. Hematology-Integrated Curriculum. Clinical Pathology Department Medical Faculty-Universitas Hasanuddin:Makassar

Siregar. 1995. Neuro Fisiologi_edisi kelima. Bagian ilmu faal. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Sonjaya, Herry. 2005. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakuiltas Peternakan-Universitas Hasanuddin:Makassar

Suryo. 1995. Biologi Edisi Ke Lima. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Syaifuddin. 2002. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Widya Medika. Jakarta.

Watson, R. 2002. Anatomi dan fisiologi untuk perawat_edisi ke dua. ECG. Jakarta.

Yusuf. 1995. Fisiologi Sel Dan Cairan Tubuh. Bagian Ilmu Faal. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar.

1 komentar:

  1. Harrah's Casino - Dr.MD
    Information on the 대전광역 출장안마 Harrah's 순천 출장샵 Casino 광주 출장마사지 Resort in Maricopa, AZ, including room 경기도 출장마사지 types, games, and address. Also, contact Harrah's 경상남도 출장안마 Casino directly by

    BalasHapus