Jumat, 06 November 2009

Praktikum VII

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menelan adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan oleh makhluk hidup supaya proses kehidupannya tetap berlangsung. Proses pencernaan berhubungan dengan proses menelan dimana merupakan mekanisme yang kompleks, dimana kelenjar ludah sangat berperan untuk memudahkan proses penelanan tersebut, kemudian makanan ke oesofagus karena kelenjar peristaltic lingkaran tersebut pada serabut otot di depan makanan mengendor dan yang di belakang berkontraksi, gelombang peristaltic mengantarkan bolus makanan ke lambung.
Urine merupakan bahan kimia yang tidak diperlukan lagi di dalam tubuh setelah mengalami penyaringan, pada saat urine mengalir melalui pembuluh-pembuluh kecil menuju ke pusat ginjal, urine dikumpulkan dalam piala ginjal, dari ginjal inilah mengalir urine melalui aliran ginjal kandungan kemih sampai tiba saatnya dikeluarkan dari dalam tubuh.
Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan dapat pada saat itu sama-sama melepaskan produk oksidasinya. Hal inilah yang mendasari dilakukannya praktikum mengenai roses menelan, respirasi, dan ekskresi urine pada mausia untuk melihat bagaimana pengaruh proses respirasi terhadap aktivitas menelan, proses-proses respirasi, dan jalannya sistem ekskresi dalam tubuh manusia.

Tujuan dan Kegunaan
A Respirasi
Tujuan dari praktikum mengenai respirasi adalah untuk melihat pengaruh berbagai aktivitas terhadap proses respirasi.
Kegunaan dari praktikum mengenai respirasi adalah agar kita dapat mengetahui cara menggunakan kymograph serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi.
B Proses Menelan
Tujuan dari praktikum mengenai proses menelan adalah untuk mengatahui hal-hal yang mempengaruhi proses menelan pada manusia.
Kegunaan dari praktikum mengenai proses menelan adalah agar kita mengetahui jalannya proses menelan pada manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
B. Ekskresi Urine
Tujuan dari praktikum mengenai ekskresi urine adalah untuk mengamati pengaruh bahan makanan terhadap warna, bau, dan berat jenis urine.
Kegunaan dari praktikum mengenai ekskresi urine adalah agar kita dapat mengetahui cara mengukur berat jenis urine serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekskresi urine.


TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Respirasi
Respirasi adalah proses umum dimana organisma mengambil energi bebas dalam lingkungannya dengan mengoksidasi substrat organik. Untuk mencapai hasil tersebut, organisma tingkat tinggi memakan berbagai bahan makanan dan mengubah menjadi molekul sederhana melalui proses pencernaan dan molekul yang terbentuk masuk dalam sel-sel yang selanjutnya mengalami oksidasi dengan bantuan sejumlah molekul oksigen yang berasal dari sitem pernapasan. Produk dari oksidasi (CO2 dan H2O) dikeluarkan oleh sel ke dalam lingkungannya (Sonjaya, 2008).
Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen (O2) bagi seluruh jeringan tubuh dan membuang karbondioksida (CO2) ke atmosfir. Untuk mencapai tujuan ini, sistem pernapasan (respirasi) menjalankan fungís yaitu (Rachman, 2007) :
1. Ventilasi paru, yaitu masuknya udara atmosfir kedalam paru sampai di alveoli dan keluarnya udara alveoli paru ke udara bebas/atmosfir lagi.
2. Difusi O2 dan CO2 antara darah kapiler paru dan udara alveoli, hal ini terjadi karena ventilasi berlangsung terus-menerus yang dibarengi aliran perfusi darah ke dalam kapiler alveoli yang juga terus-menerus mengalir.
3. Transpor O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel.
4. Pengaturan ventilasi oleh sistem saraf dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pernapasan.
Mekanisme terjadinya respirasi adalah udara dari laur akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis), dimana rongga hidung berlapis selaput lendir yang didalamnya terdapat klenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera), udara dari rongga hidung akan masuk ke faring dan selanjutnya memasuki tenggorokan berupa pipa yang panjangnya kurang lebih 10 cm, terletak dileher dan sebagian dirongga dada (toraks). Tenggorokan bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Udara dari bronkiolus akan masuk ke dalam paru-paru yang terletak di dalam rongga dada bagian atas dan di bagian sampingnya dibatasi oleh otot dan rusuk dan dibagian bawah oleh diafragmayang berotot kuat (Anonim, 2009).


Gambar 58. Skema Sistem Respirasi Pada Manusia







Alveolus





Gambar 59. Saluran Pernafasan pada Paru-paru Mamalia
Dalam proses respirasi terdapat beberapa tahapan-tahapan yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal merupakan sebentuk pertukaran gas, sehingga oksigen (O2) dari paru-paru masuk kedalam darah, dan karbondioksida (CO2) dan air (H2O) keluar dari darah masuk ke paru-paru. Sedangkan respirasi internal merupakan proses pertukaran karbondioksida (CO2) dengan oksigen (O2) di tingkat sel (Tambayong, 2003).
Inspirasi adalah proses yang aktif yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot inspirasi yang penting adalah diafragma yang melekat pada tepi kaudal didaerah toraks. Bila relaksasi diafragma berebntuk kubah ke dalam toraks, bila serabut otot berkontraksi diafragma mengembang keluar sehingga terjadi peningkatan volume toraks. Jika tulang iga meningkat, diameter toraks akan meningkat. Gerakan ini bergantung terutamka pada otot-otot interkostal, internal dan eksternal. Pada manusia waktu inspirasi diafragma turun 1-5 cm menyebabkan rongga dada bertambah dan terjadi perbedaan tekanan lebih besar antara udara luar dan di rongga intratorak (Sonjaya, 2008).
Ekspirasi, bila tidak terjadi gerakan udara yang dimana tekanan bronkisama dengan tekanan atmosfir. Tekanan intratorak bertambah karena diafragma dan tulang rusuk kembali kepada kedudukan semula. Hal ini menyebabkan udara didalam paru-paru didorong keluar karena tekanan intratoraks bertambah dan elastisitas paru-paru iru sendiri. Pada saat otot-otot inspirasi rileks maka volume torak menurun, tetapi jumlah udara dalam paru-paru mulai tetap sama, oleh karena itu tekanan intrapulmonari meningkat di atas tekanan udara luar, darah mengalir dari paru-paru ke eksterna sampai tekanan sama lagi (Sonjaya, 2008).
Dalam proses respirasi terdapat pigmen yang bertanggung jawab dalam proses inu yaitu hemoglobin yang berwarna merah dan akan berikatan dengan oksigen (O2) membentuk oksihemoglobin yang sifatnya lebih asam dari hemoglobin. Suatu protein yang mengandung senyawa dari hemin disebut hemoglobin dimana hemoglobin ini merupakan pigmen respirasi karena mempunyai peranan dalam mengangkut gas yang terlibat keseimbangan asam basa (Guyton, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi yaitu pengaruh korteks cerebrasi karena adanya koneksi antara cerebrasi dengan pusat pernafasan. Ini berarti bahwa kita dapat merubah corak pernafasan. Orang dapat menahan nafas menurut kemauannya tetapi kemampuan nafas dapat dibatasi oleh peningkatan kadar karbondioksida dan ion H+darah. Faktor yang kedua yaitu refleks inflasi, pada dinding bronki terdapat reseptor yang sensitive terhadap rangsangan yang disebut stretch reseptor (Frandson, 1992).
Respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor; yaitu umur, dimana semakin tua seseorang maka frekuensi pernapasannya semakin tinggi; jenis kelamin, dimana antara pria dan wanita memilki frekuensi pernapasan yang berbeda; posisi tubuh dan kegiatan tubuh, dimana posisi dan kegiatn yang dilakukan akan mempengaruhi frekuensi pernapasan yang dihasilkan; dan faktor yang terakhir adalah suhu tubuh, dimana bila kita melakukan aktivitas seperti lari dapat meningkatkan suhu tubuh yang berakibat pada frekuensi pernapasan yang juga mengalami peningkatan (Ganong, 2003).
Menurut Sonjaya (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi difusi gas melintasi epitel atau membran pernapasan yaitu :
1. Tekanan Parsial Gas
Gas akan bergerak dari suatu daerah bertekanan tinggi ke gas bertekanan rendah. Tekanan parsial gas adalah tekanan total campuran gas x % gas dalam campuran.
2. Permeabilitas epitel atau membran pernapasan
Terdapat 2 membran yang sangat tipis memisahkan udara alveolus dengan darah kapiler paru-paru yaitu epitel paru dan endothelium kapiler paru-paru.

3. Luas permukaan epitel atau membrane pernafasan
Pada variable lain tetap, semakin luas membran maka semakin meningkat difusi gas.
4. Kecepatan sirkulasi darah paru-paru
Bila kecepatan aliran darah meningkat dikapiler paru-paru, maka setiap ml darah yang meninggalkan kapiler paru-paru akan mengandung lebih sedikit O2.
5. Reaksi kimia yang terjadi di dalam darah
Kecepatan dan efisiensi reaksi kimia yang terjadi dalam darah menentukan jumlah oksigen dan karbondioksida yang ditransfer antara darah dan udara alveolus.












B. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan merupakan pengubahan zat-zat hara yang terdapat dalam makanan menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat digunakan dan diserap sebagai energi, membangun senyawa-senyawa lain dan kepentingan metabolisme. Gerakan makan diatur oleh serangkaian fase volunter dan diiukuti oleh fase involunter. Pada proses menelan tidak mungkin tanpa bolus basah, bolus kering tidak dapat ditelan dan menelan dengan terangkatnya laring bernilai negatif (Ganong, 2003).
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestin, adalah sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus (Anonim, 2009).
Pada proses pencernaan, makanan mula-mula dijadikan bagian yang kecil-kecil dengan cara menggigit dan mengunyah, kemudian dihaluskan lebih lanjut oleh asam klorida dan enzim-enzim pencernaan. Enzim-enzim ini membantu memecahkan, atau menghidrolisis protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa dasar seperti asam amino, monosakarida dan gliserida. Jadi pencernaan merupakan proses yang mengubah bahan makanan menjadi zat yang dapat diserap ke dalam peredaran darah. Bahan-bahan yang tidak berguna dan malahan sebagian yang toksik, disingkirkan (dikeluarkan) berupa feses (Tambayong, 2003).


Diagram sistem pencernaan
1. Kelenjar ludah
2. Parotis
3. Submandibularis (bawah rahang)
4. Sublingualis (bawah lidah)
5. Rongga mulut
6. Tekak / Faring
7. Lidah
8. Kerongkongan / Esofagus
9. Pankreas
10. Lambung
11. Saluran pankreas
12. Hati
13. Kantung empedu
14. Usus dua belas jari (duodenum)
15. Saluran empedu
16. Usus tebal / Kolon
17. Kolon datar (tranverse)
18. Kolon naik (ascending)
19. Kolon turun (descending)
20. Usus penyerapan (ileum)
21. Sekum
22. Umbai cacing
23. Poros usus / Rektum
24. Anus

















Gambar 60. Diagram Sistem Pencernaan
Menurut Rachman (2007), fungsi dari sistem pencernaan yaitu sebagai berikut:
1. Menerima nutrien (prose menelan/ingesti).
2. Menghancurkan nutrien dalam bentuk molekul-molekul kecil untuk mencapai dan memasuki aliran darah (proses pencernaan/digesti).
3. Memungkinkan molekul-molekul tadi untuk mamasuki aliran darah (proses penyerapan/absorbsi) sehinggga dapat dikirimkan ke seluruh jaringan. Dimana semua proses tersebut dikoordinasi oleh gerakan-gerakan otot halus dan sekresi saluran pencernaan.
Struktur sistem pencernaan terbagi menjadi dua bagian yaitu traktus gastrointestinal (saluran pencernaan) yang terdiri atas rongga mulut, pharynk, esophagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus; dan organ-oragan assesoris/tambahan yang terdiri dari lidah, gigi, kelenjar ludah, hati, kantung empedu dan pankreas (Watson, 2002).
Menurut Tambayong (2003), saluran cerna mempunyai empat lapisan atau tunika yaitu :
a. Tunika mukosa, yang terdiri atas epitel permukaan, basah, dilapisi mukus (lendir) diatas lamina basal; lamina propria (jaringan ikat longgar); dan tunika muskularis mukosa (otot polos).
b. Tunika Submukosa, dimana lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar, yang memudahkan mukosa bergerak. Disini terdapat pleksus pembuluh darah dan pleksus saraf disebut pleksus submukosa (Meissner), yang berfungsi mengatur kontraksi mukosa.
c. Tunika muskularis eksterna, yang terdiri atas dua atau tiga lapis otot polos. Lapis otot dalam (sirkuler) berfungsi menyempitkan lumen dan lapis luar (longitudinal) memendekkan usus.
d. Tunika adventisia (serosa) adalah lapis terluar, yang terdiri atas jaringan ikat longgar yang relatif padat. Seringkali menyatu dengan jaringan ikat bangunan sekitarnya.
Tiga fase pencernaan yang saling bekerja sama yaitu fase sefalik terjadi ketika kita berfikir, melihat, atau mencium makanan dalam hal ini menstimulasi pelepasan getah lambung dan pergerakan lambung, ini sebabnay lambung mengalami keroncongan ketika kita sedang lapar. Fase gastrik terjadi ketika makanan ada di dalam lambung dan keberadaan makanan ini merangsang pelepasan getah dan gerakan lambung. Fase intestinal (usus) terjadi ketika makanan memasuki duodenum dan sekresi sserta gerakan di dalam lambung dihambat oleh mekanisme yang digambarkan diats, yang melibatkan baik mekanisme hormonal dan neural (Watson, 2002).
Proses ruminasi adalah proses pencernaan bahan makanan yang telah dimakan dan masuk ke dalam lambung dikembalikan lagi ke mulut dan dikunyah lagi, kemudian ditelan kembali. Proses ruminasi dibagi atas beberaa tahap yaitu (Frandson, 1992) :
1. Mastifikasi atau pengunyahan yang dibantu oleh otot-otot medial pterigoid, messeter dan temperal berfungsi menutup rahang, otot lateral pterigoid menghasilkan gerakan menggiling makanan dan otot digastrikus dan sterno mandibularis bekerja membuka rahang.
2. Insalivasi merupakan suatu kerja yng refleks yang dalam keadaan normal dirangsang oleh adanya makanan dalam mulut.
3. Deglutasi atau proses penelanan yang dimana terbagi atas tiga tahap yaitu bergeraknya makanan atau air melalui mulut kemudian bergeraknya bahan tersebut ke dalam faring dan selanjutnya ke esophagus sebelum masuk ke perut.
4. Regurgitasi adalah tahapan dimana makanan yang telah berada diperut kembali ke dalam mulut untuk dikunyah kembali.
5. Remastikasi adalah pengunyahan kembali yang terjadi lebih santai dibandingkan dengan pengunyahan insial tersebut.
6. Reinsalivasi adalah pencampuran dengan saliva ketika dikunyah kembali setelah itu ditelan kembali.
Saliva adalah campuran sekret dari semua kelenjar liur, dan jumlahnya dapat mencapai 1000 ml dalam 24 jam. Fungsinya bermcam-macam yaitu membasahi makanan agar mudah ditelan, meningkatkan cita rasa karena bahan kimia yang berhubungan dengan rasa harus berada dalam larutan untuk dapat merangsang kuncup kecap. Saliva mengandung amilase dan maltase (mulai mencerna sebagian karbohidrat), lisozim dan perioksidase (anti-bakteri), juga mengandung gamma globulin (IgA=pertahanan terhadap bakteri) (Tambayong, 2003).

Menurut Rachman (2007), beberapa fungsi saliva yaitu :
1. Fungsi pencernaan : ά-amilase dan lipase
2. Fungsi proteksi : enzim lysozyme, IgA, lactoferin, proline rich protein
3. Fungsi lubrikasi : mucin
4. Fungsi deferensiasi dan pertumbuhan : NGF dan EGF
Saliva/ludah dihasilkan oleh 3 (tiga) pasang kelenjar yaitu kelenjar parotis merupakan kelenjar yang paling besar dan berada tepat dibawah mulut dan telinga, panjangnya Kira-kira 5 cm dan terbuka ke dalam mulut, berlawanan arah dengan gigi molar atas kedua. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang dipengaruhi oleh penyakit yang umumnya disebut gondongan. Kelenjar submandibular dan kelenjar submaksilaris, dimana keduanya terbuka ke dalam lantai mulut dan cairan banyak mengandung protein sehingga makanan dapat menjadi kental. Kelanjar lidah, dimana mengandung enzim lipase (Watson, 2002).
Bolus merupakan gumpalan makanan yang terbentuk estela reguritasi dan pengunyahan kembali dimana makanan yang telah dikunyah akan tercampur dengan saliva yang diletakkkan di atas permukaan lidah kemudian dengan bantuan lidah menggerakkan bolus menuju faring (Frandson, 1992).





C. Sistem Sekresi
Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi (ATP), semua makhluk hidup menyelenggarakan berbagai reaksi metabolisme. Akan tetapi, reaksi metabolisme tersebut tidak hanya menghasilkan ATP dan zat bermanfaat lainnya, tetapi juga menghasilkan zat sisa. Semua zat sisa tersebut harus dikeluarkan dari dalam tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Pengeluaran berbagai zat sisa metabolisme seperti sisa obat, hormone dan berbagai zat toksik (beracun) diselenggarakan oleh sistem pengeluaran (ekskresi) (Isnaeni, 2006).
Sisa metabolisme dalam bentuk air dikeluarkan melalui sekresi urine. Organ-organ yang penting dalam sistem urinarius terdiri atas 2 buah ginjal kiri dan kanan, dua ureter kiri dan kanan, kandung kemih/blader serta uretra (Frandson, 1992).
Sistem ekskresi pada manusia dan vertebrata lainnya melibatkan organ paru-paru, kulit, ginjal, dan hati. Namun yang terpenting dari keempat organ tersebut adalah ginjal. Setiap hari tubuh kita menghasilkan kotoran dan zat-zat sisa dari berbagai proses tubuh. Agar tubuh kita tetap sehat dan terbebas dari penyakit, maka kotoran dan zatzat sisa dalam tubuh kita harus dibuang melalui alat-alat ekskresi. Alat-alat ekskresi manusia berupa ginjal, kulit, hati, dan paru-paru (Rahadian, 2009).
Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya amonia. Amonia adalah hasil pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi atau proses pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu, ginjal juga berfungsi mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut dalam air; mempertahankan cairan ekstraselular dengan jalan mengeluarkan air bila berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Sekresi dari ginjal berupa urine (Rahadian, 2009).

Gambar 61. Alat-alat ekskresi pada manusia yang berupa
ginjal, kulit, paruparu, dan kelenjar keringat
Struktur ginjal yaitu bentuk ginjal seperti kacang merah, jumlahnya sepasang dan terletak di dorsal kiri dan kanan tulang belakang di daerah pinggang. Berat ginjal diperkirakan 0,5% dari berat badan, dan panjangnya ± 10 cm. Setiap menit 20-25% darah dipompa oleh jantung yang mengalir menuju ginjal. Ginjal terdiri dari tiga bagian utama yaitu (Rahadian, 2009) :
a. korteks (bagian luar)
b. medulla (sumsum ginjal)
c. pelvis renalis (rongga ginjal)
Bagian korteks ginjal mengandung banyak sekali nefron ± 100 juta sehingga permukaan kapiler ginjal menjadi luas, akibatnya perembesan zat buangan menjadi banyak. Setiap nefron terdiri atas badan malphigi dan tubulus (saluran) yang panjang. Pada badan malphigi terdapat kapsul bowman yang bentuknya seperti mangkuk atau piala yang berupa selaput sel pipih. Kapsul bowman membungkus glomerulus. Glomerulus berbentuk jalinan kapiler arterial. Tubulus pada badan malphigi adalah tubulus proksimal yang bergulung dekat kapsul bowman yang pada dinding sel terdapat banyak sekali mitokondria. Tubulus yang kedua adalah tubulus distal (Rahadian, 2009).

Gambar 62. Ginjal terletak di dorsal pinggang berjumlah sepasang

Gambar 63. Struktur dalam (anatomi) ginjal
Pada rongga ginjal bermuara pembuluh pengumpul. Rongga ginjal dihubungkan oleh ureter (berupa saluran) ke kandung kencing (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara urin sebelum keluar tubuh. Dari kandung kencing menuju luar tubuh urin melewati saluran yang disebut uretra (Rahadian, 2009).
Urine yang dikeluarkan oleh tubuh dalam sehari dapat berjumlah 900-1500 ml per 24 jam, bervariasi dengan asupan cairan dan jumlah kehilangan cairan melalui rute lain. Rata-rata berat jenis urine berkisar antara 1,002-1,030 (petunjuk jumlah zat yang terlarut dalam urine). Urine bersifat asam dengan pH sekitar 6,0 (dengan diet biasa). Warna yang ditimbulkan oleh urine merupakan penaruh dari urokrom yang pigmen asalnya tidak pasti). Komposisi dari urine yaitu air, urea 20-30 gr/jam, asam urat 0,6 gr/24 jam, kretinin 1-2 gr/24 jam, ammonia, natrium, klorida, kalium, sulfat, serta fosfat (Gibson, 2002).
Urine didorong melewati ureter dengan gelombang peristaltic, yang dapat terjadi sekitar 1-4 kali/rmenit. Urine memasuki kandung kemih dalam serangkaian semburan kecil. Pintu masuk yang miring melalui dinding kandung kemih menjamin bahwa ujung bagian bawah tertutup selama miksi dengan kontraksi kandung kemih, sehingga mencegah rufleks urine kembali ke ureter dan mencegah penyebaran infeksi dari kandung kemih ke atas (Gibson, 2002).
Kandung kemih terdiri dari membran mukosa yang menjadi lipatan ketika kandung kemih kosong, lapisan submukosa, lapisan muscular, membentuk sebagian besar ketebalan dinding kandung kemih dan sebagian membentuk spingter disekitar lubang uretra serta peritoneum atau fascia pelvis pada sisi luar (Gibson, 2002).
Miksi adalah kerja refleks yang sangat penting setelah masa bayi dikontrol oleh pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf. Miksi dikontrol melalui sarf eferon menuju kandung kemih dimana pengeluaran urine dibantu dengan kontraksi otot abdomen dan diafragma yang menyebabkan kolaps kandung kemih dengan meningkatkan tekanan intra abdominal (Gibson, 2002).
Menurut Rahadian (2009) yang menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi produksi urin adalah hormon anti diuretik yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distal karma meningkatkan permeabilitias sel terhadap air. Jika hormon anti diuretik (ADH) rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon (ADH) banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan kemampuan mensekresi ADH menyebabkan penyakti diabetes insipidus. Penderitanya akan menghasilkan urin yang sangat encer.
Selain ADH, banyak sedikitnya urin dipengaruhi pula oleh faktor-faktor berikut (Rahadian, 2009) :
a. Jumlah air yang diminum, Akibat banyaknya air yang diminum, akan menurunkan konsentrasi protein yang dapat menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi kurang efektif. Hasilnya, urin yang diproduksi banyak.
b. Saraf, Rangsangan pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus aferen sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang. Akibatnya, filtrasi kurang efektif karena tekanan darah menurun.
c. Banyak sedikitnya hormon insulin, Apabila hormon insulin kurang (penderita diabetes melitus), kadar gula dalam darah akan dikeluarkan lewat tubulus distal. Kelebihan kadar gula dalam tubulus distal mengganggu proses penyerapan air, sehingga orang akan sering mengeluarkan urin.







METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Ternak Dasar mengenai Proses Menelan, Ekskresi Urine, dan Respirasi dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 April 2009 pukul 14.00 WITA sampai selesai bertempat di Laboratorium Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Praktikum
Alat yang digunakan pada praktikum VII adalah gelas air minum, piring, sendok, kymograph, pneumograph, dan Marey Tambour.
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air mineral, gula, biskuit gabin, teh, kopi, susu putih, susu coklat, pisang, tissue rol, dan kertas grafik.

Metode Praktikum
A Siklus Respirasi
1 Respirasi pada berbagai kegiatan
Dengan drum kymograph pada kecepatan rendah, mencatat tingkat respirasi pada waktu posisi jongkok, duduk, dan berdiri masing-masing selama 1 menit. Mengulangi percobaan dengan 2 orang percobaan lain.


A. Proses Menelan
1. Pengaruh pernapasan pada proses menelan
Mengisi mulut dengan air (jangan ditelan dulu) dan terus melakukan pernapasan seperti biasa, kemudian merasakan bagaimana efek respirasi terhadap proses menelan.
2. Proses menelan tidak mungkin tanpa bolus yang basah
Melakukan proses menelan beberapa kali tanpa ada sesuatu di mulut,kemudian merasakan pada saat menelan yang ke 4 – 5 maka kita akan terasa sukar menelan.
3. Bolus kering tak dapat ditelan
Mengeringkan mulut dengan kertas isap, lalu kemudian memasukkan serbuk biskuit gabin yang telah disiapkan. Selanjutnya, kita merasakan bahwa proses menelan sangat sulit bahkan tidak dapat terjadi.
4. Proses menelan dan terangkatnya larinx
Memegang erat-erat larinx dengan tangan kemudian mencoba menelan, maka kita akan meras kesulitan dalam menelan.
5. Menelan adalah proses yang aktif
Menjungkirkan badan dengan posisi kaki di atas kepala di bawah, lalu mencoba menelan pisang maka pisang yang kita makan akan sampai juga ke lambung




B. Ekskresi Urine
Menyiapkan beberapa macam minuman yang berbeda, yaitu air putih, air teh, air kopi, air susu putih, air susu cokelat, dan air gula. Kemudian praktikan baik pria dan wanita dari beberapa kelompok meminum air tersebut. Setelah itu menunggu sampai selang waktu 30 menit dan tidak boleh meminum apapun sebelum tenggang waktu tersebut. Setelah sampai tenggang waktu yang telah ditentukan praktikan mengeluarkan urine lalu mengamati warna, bau, berat jenis, dan volume urine tersebut.
























HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Proses Respirasi
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil mengenai respirasi sebagai berikut :
Tabel 20. Frekuensi Pernafasan per menit untuk Berbagai Aktivitas
Aktivitas Laki-laki Perempuan Jumlah Rata-rata
Berdiri 28 27 55 27,5
Duduk 19 20 39 19,5
Jongkok 24 24 48 24
Lari 32 28 60 30
Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2009.
Berdasarkan tabel tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa frekuensi pernafasan pada saat berdiri rata-rata 27,5 per menit, pada saat duduk frekuensinya 19,5 per menit, pada saat jongkok menjadi 24 per menit sedangkan pada saat setelah berlari frekuensi bernafas menjadi 30 per menit. Perbedaan tersebut disebabkan karena adannya perbedaan aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Tambayong (2003) yang menyatakan bahwa frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin serta aktifitas.
Dari table tersebut dapat pula diketahui bahwa frekuensi pernafasan yang paling tinggi adalah frekuensi pernasan yang di ukur setelah berlari. Hal ini disebabkan karena pada saat berlari terbentuk hutang oksigen dimana untuk melakukan pemenuhan oksigen ketika berlari terjadi glikolisis an aerob sehingga terjadi perubahan glukosa menjadi asam piruvat tanpa membutuhkan oksigen. Sedangkan pada saat berhenti berlari maka terjadi peningkatan frekuensi pernafasan akibat terjadinya proses fosforilasi oksidatif dimana sebagian besar asam laktat akan diubah menjadi glukosa yang dikembalikan kembali menjadi glikogen otot dan penyaluran oksigen akan normal kembali. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan energi oleh otot dengan laju kontraksi dalam aktifitas yang tinggi maka dibutuhkan glikogen dalam jumlah yang besar. Jika kecepatan penyaluran oksigen tidak sesuai dengan kebutuhan untuk fosforilasi oksidatif maka kebutuhan tersebut akan terpenuhi melalui glikolisis anaerobik. Dimana jumlah yang dibutuhkan untuk memindahkan asam laktat merupakan hutang oksigen, yang dapat terbayar melalui proses bernafas sedalam-dalamnya sampai hutang ini terbayar.
Proses pernafasan merupakan hal penting bagi kelangsungan hidup suatu organnisme di muka bumi ini, dimana proses pernafasan terdiri dari ekspirasi atau menghembuskan udara serta inspirasi atau menghirup udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachman (2007) yang menyatakan bahwa proses pernapasan terdiri dari dua kegiatan, yaitu menghirup udara atau menarik napas dan menghembuskan udara atau mengeluarkan napas. Menghirup udara disebut inspirasi dan menghembuskan udara disebut ekspirasi. Berdasarkan bagian tubuh yang mengatur kembang kempisnya paru-paru, pernapasan dapat dibedakan menjadi pernapasan dada (pernapasan tulang rusuk) dan pernapasan perut (pernapasan diafragma).
B. Proses Menelan
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil mengenai proses menelan sebagai berikut :
Tabel 21. Proses Menelan pada Berbagai Perlakuan
No. Perlakuan Kemampuan Menelan
Laki-laki Perempuan
1. Menelan dengan bolus + +
2. Menelan dengan bolus kering - -
3. Menelan dengan bolus basah + +
4. Menelan dengan posisi terbalik + -
5. Menelan dengan larinx terangkat - -
Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2009.
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam menelan suatu jenis makanan dalam posisi yang berbeda-beda. Dimana pada saat menelan yang dengan bolus serta bolu basah meberikan respon yang bernilai positif sedangkan pada saat menelan dengan bolus kering, menelan pada posisi terbalik dan larinx yang terangkat menghasilkan respon yang bernilai negatif, dimana pada posisi-posisi tersebut makanan sulit untuk ditelan. Hal ini disebabkan karena saat menelan dengan bolus kering saliva tidak dimanfaatkan sebagai pelarut makanan yang membantu proses pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson (2002) yang menyatakan bahwa di dalam mulut terkandung kelenjar ludah yang berfungsi untuk 1) memungkinkan makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk ke dalam bolus, gumpalan yang dapat ditelan, 2) ptyalin, enzim dalam saliva mengubah karbohidrat menjadi maltose serta 3) melembabkan lidah dan bagian mulut dalam, memungkinkan mulut bergerak saat bicara. Kekurangan saliva pada mulut menyebabkan mulut kering serta kesulitan dalam menelan.
Disamping itu ketika menelan dengan posisi terbalik serta larynx tertahan juga tidak dapat dilakukan proses menelan dengan baik karena larynx sebagai saluran pencernaan ditahan yang menyebabkan makanan sulit untuk dilanjutkan atau diteruskan pada posisi selanjutnya. Demikian pula halnya pada saat posisi terbalik dimana kepala sebagai pusat koordinasi tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik pada saat pencernaan karena posisi organ-organ pencernaan terbalik dan tidak bisa melakukan aktivitas yang semestinya terutama untuk mengunyah dan mensekresikan kelenjar saliva. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson (2002) yang menyatakan bahwa deglutisi atau proses menelan, terbagi menjadi berbagai tahap. Pertama bergeraknya makanan atau air melalui mulut, kemudian bergeraknya bahan tersebut ke dalam farinks selanjutnya ke esophagus sebelum masuk ke perut. Makanan yang masuk di dalam mulut dipotong dan dihancurkan oleh gigi dan dilembabkan oleh saliva membentuk bolus, massa berlapis saliva. Kekurangan saliva pada mulut menyebabkan mulut kering serta kesulitan dalam menelan.


C. Ekskresi Urine
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil mengenai ekskresi atau pengeluaran urine sebagai berikut :
Tabel 22. Ekskresi Urine
No Jenis Minuman JK Berat Jenis Warna Volume (ml) Bau Ket
1. Teh + Gula ♂ 1,022 Kuning coklat 50 +++ Tengik
♀ 1,018 Kuning emas 100 + Pesing
2. Kopi + Gula ♂ 1,003 Kuning 20 +++ Tengik
♀ 1,001 Kuning 21 ++ Pesing
3. Susu putih ♂ 1,020 Orange 95 ++ Pesing
♀ 1,011 Orange 70 ++ Pesing
4. Susu coklat ♂ 1,040 Kuning keruh 85 ++ Pesing
♀ 1,011 Kuning 45 ++ Pesing
5. Air mineral ♂ 1,000 Kuning bening 105 ++ Pesing
♀ 1,005 Kuning bening 121 ++ Pesing
Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2009.



Berdasarkan tabel tersebut maka diperoleh hasil bahwa ekskresi urine yang dihasilkan dari meminum air mineral lebih besar dibandingkan dengan meminum jenis minuman yang lain, hal ini disebabkan karena kadar air dari air mineral lebih encer sehingga volume urine yang dihasilkan lebih besar. Sedangkan berdasarkan berat jenisnya, urine yang memiliki berat jenis yang tertinggi adalah urine yang berasal dari minum susu coklat karena konsistensi dari jenis minuman ini lebih pekat sehingga menghasilkan urine yang memiliki berat jenis yang tinggi. Namun jika dilihat dari segi warna, masing-masing urine yang dihasilkan memiliki warna yang berbeda, tergantung dari jenis minuman yang diminum. Dimana dengan minuman yang lebih berwarna seperti susu coklat, kopi dan teh menghasilkan urine yang memiliki warna kuning keemasan sampai kecoklatan sedangkan pada saat minum air mineral urine yang dihasilkan cenderung memiliki warna yang lebih bening (seperti warna aslinya). Namun jika dilihat dari segi bau masing-masing urine yang dihasilkan memiliki bau yang hampir seragam yaitu berbau tengik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahadian (2009) yang menyatakan bahwa selain ADH, banyak sedikitnya urin dipengaruhi pula oleh faktor-faktor berikut Jumlah air yang diminum, Akibat banyaknya air yang diminum, akan menurunkan konsentrasi protein yang dapat menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi kurang efektif. Hasilnya, urin yang diproduksi banyak. Serta dipengaruhi oleh saraf dan banyak sedikitnya hormon insulin.

Lebih lanjut diungkapkan oleh Gibson (2002) yang menyatakan bahwa urine yang dikeluarkan oleh tubuh dalam sehari dapat berjumlah 900-1500 ml per 24 jam, bervariasi dengan asupan cairan dan jumlah kehilangan cairan melalui rute lain. Rata-rata berat jenis urine berkisar antara 1,002-1,030 (petunjuk jumlah zat yang terlarut dalam urine). Urine bersifat asam dengan pH sekitar 6,0 (dengan diet biasa). Warna yang ditimbulkan oleh urine merupakan penaruh dari urokrom yang pigmen asalnya tidak pasti). Komposisi dari urine yaitu air, urea 20-30 gr/jam, asam urat 0,6 gr/24 jam, kretinin 1-2 gr/24 jam, ammonia, natrium, klorida, kalium, sulfat, serta fosfat.














PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Frekuensi penafasan yang dihasilkan dari masing-masing aktifitas berbeda-beda, dimana pada saat berdiri ♂ 27/menit ♀ 28/menit, duduk ♂ 20/menit ♀ 19/menit, jongkok ♂ dan ♀ 24/menit, serta berlari ♂ 32/menit ♀ 28/menit.
2. Kemampuan menelan dari laki-laki dan perempuan dengan berbagai perlakuan terlihat pada saat menelan dengan bolus serta pada bolus basah untuk laki-laki dan perempuan bernilai (+) sedangkan pada saat menelan dengan bolus kering dan dengan posisi larynx tertahan baik laki-laki maupun perempuan bernilai (-). Akan tetapi pada saat menelan dengan posisi terbalik laki-laki bernilai (+) sedangkan perempuan (-).
3. Ekskresi urine pada saat minum teh yang manis, kopi manis, susu putih, susu coklat serta air mineral menghasilkan urine yang berbeda-beda baik nilai berat jenisnya, warna, volume, serta bau yang dihasilkan, tergantung dari jenis minuman yang diminumnya. Dimana urine yang normal Urine bersifat asam dengan pH sekitar 6,0 (dengan diet biasa). Warna yang ditimbulkan oleh urine merupakan penaruh dari urokrom yang pigmen asalnya tidak pasti), Rata-rata berat jenis urine berkisar antara 1,002-1,030.


Saran
Sebaiknya kegiatan praktikum dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga praktikan dapat mengefisienkan waktu yang dimilikinya, karena setiap detik waktu merupakan kesempatan berharga yang tidak dapat terulang kembali. Disamping itu kegiatan praktikum sebaiknya mendapatkan bimbingan serta penjelasan mengenai praktikum yang dilaksanakan guna mempermudah pemahaman terhadap kegiatan praktikum tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Sistem Pencernaan. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_pencernaan. Diakses, 17 April 2009.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi 4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ganong, William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit:Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Gibson. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. EGC, Jakarta.

Guyton, C. R. 1995. Fisiologi Manusia Edisi Revisi. Penerbit:Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Isnaeni, 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.

Rachman, Erwin.dkk. 2007. Fisiologi. Universitas Indonesia Timur, Makassar.

Rahadian. 2009. Sistem Ekskresi pada Manusia. http://poexpoe.files.wordpress.com/ 2008/06/sistem-ekskresi-manusia1.pdf

Sonjaya, Herry. 2008. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tambayong, Jan. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Penerbit:Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat Edisi 10. Penerbit:Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar